Pedagang sayur keliling datang di
suatu komplek padat penduduk. Seperti biasanya, ibu-ibu seketika berkumpul
untuk berburu sayur dan bumbu dapur untuk perlengkapan masak hari ini. Beberapa
ibu-ibu cekatan membeli kebutuhannya, lalu bergegas kembali ke rumah. Tapi, beberapa
ibu lainnya masih betah memilih bayam mana yang paling segar, sembari terus
berbincang denga ibu-ibu lainnya. Tema percakapannya tentu saja seputar kabar
terkini tentang kondisi komplek, dan kabar terbaru dari penghuni komplek. Bahkan
ada yang sengaja menyindir ibu-ibu lainnya yang sedang berbelanja. Sindiran dan
pertanyaan pedas, mulut tetangga jika diibaratkan level pedas seblak, mungkin sudah
masuk level tak hingga. Saking pedasanya di atas maksimal.
“Jeng, anak sampean kok neng omah wae? Sarjana wes wisuda kok neng omah
wae. Aduh eman sing ngragati wong tuone.”
Padahal sang anak yang sarjana
itu, meski Cuma di rumah saja tapi sesungguhnya sedang menyelesaikan pekerjaan
besar dari bisnis yang dikelolanya, yang gajinya ditafsir 10 kali lipat lebih
besar dari karyawan biasa. Nanti kalau tiba-tiba si anak yang sarjana tapi
disebut pengangguran tiba-tiba beli mobil mewah, percakapan ibu-ibu ini sudah
beda, disangka pesugihan lah, main om-om lah, maling lah, korupsi lah, dan lain
lain dan lain lain. Mulut tetangga, lebih fasih berkomentar tentang hidup
tetangganya daripada komentator bola yang sedang mengomentari pertandingan
bola.
“Jeng, anak e sampean kok rung rabi ta? Duh, selak tuwo lho, Jeng.”
Padahal menikah atau belum
menikahnya anak tetangganya tidak akan ada urusannya dengan si ibu pedas level
maksimal ini. Lagi pula, menikah kan butuh kesiapan, tidak hanya kejar-kejaran
dengan usia. Prihatin, banyak yang menikah muda tapi gagal, berujung
KDRT, selingkuh, lalu cerai. Gara-gara apa? Iya, terlalu buru-buru menikah
padahal dirinya belum sungguhan siap.
Sudahlah, cukup ibu-ibu komplek
yang suka rumpi urusan tetangganya dengan pertanyaan dan komentar super pedas
level tak hingga. Urusan pekerjaan, setiap orang punya perhitungan, tidak semua
yang tidak kerja kantoran itu berarti tidak bekerja. Apalagi urusan pernikahan,
menikah muda itu baik, tapi menikah di usia yang tidak lagi muda juga bukan
berarti tidak baik, kan?
Semua orang punya perhitungan dan
kesiapannya masing-masing. Biarkan orang lain menjalani hidupnya tanpa harus
menjadi munafik pada dirinya
sendiri hanya demi dianggap ‘wah’ oleh orang lain.
No comments:
Post a Comment