Seorang gadis kecil menundukkan
kepalanya dalam-dalam di ujung taman bunga, menyaksikan anak-anak bersenda
gurau dengan ibu bapaknya. Ia memeluk lututnya erat-erat.. Setelah matahari sedikit
tertutup awan, ia kembali membawa dagangannya, topi-topi rajut lucu untuk
melindungi kepala para pengunjung taman
dari teriknya matahari di musim panas kali ini. Hari ini harus dapat
uang banyak, obat sakit asma ibundanya belum ditebus sejak dua hari kemarin. Bapaknya
minggat sejak ia lahir, kabarnya kepincut penyanyi karaoke di pulau seberang,
begitu cerita yang kerap ia dengar dari tetangganya. Usianya baru dua belas
tapi episode kehidupannya sudah buat kekuatan hatinya meretas.
Pada usianya yang masih belia, ia
dipaksa dewasa lebih cepat. Demi ibundanya, satu-satunya yang ia punya saat ini.
Belum lagi serangkaian drama hinaan dari kawan sekolahnya, sudah beragam jenis
hinaan hingga kupingnya jadi kebal. Hati anak belia ini sudah dibentengi banyak
perkara berat, maka hal-hal remeh dari mulut-mulut jahil itu tidak lagi menjadi
soal. Meski langkahnya terseok-terseok, tetapi sedikitpun ia tidak pernah punya
niatan untuk menyerah. Baginya, nasihat guru agamanya selalu jadi pedoman
kehidupan, yang terpenting terus berusaha, pertolongan bisa datang dari mana
saja.
Batinnya hanya akan jadi nelangsa
jika menyaksikan anak-anak seusianya bisa bermain bersama orang tuanya,
bersenang-senang, menikmati indahnya taman bunga, makan bersama di kedai dekat
sungai, dan wujud kebersamaan lainnya. Wajar, dia baru usia dua belas, dan dia
juga manusia, nelangsa, sedih, duka lara tentu jadi salah satu perasaan yang
bisa hinggap pada hati manusia siapa saja. Tetapi jika ia pulang, meski hanya
dengan nasi ditabur garam, asal makan bersama ibunya, itu sudah sangat
istimewa. Lebur sudah lelahnya, hilang seketika nelangsa hatinya.
Keesokan harinya, saat bersiap
berangkat sekolah sembari menyiapkan dagangannya, ia selalu tanamkan dalam
langkah pertamanya ketika meninggalkan rumah, tetap berusaha sebab pertolongan
datang dari mana saja. Dan, benar, pertolongan itu sungguhan datang,
pertolongan yang datang sepuluh tahun kemudian, tepatnya hari ini, saat usianya
genap dua puluh dua tahun. Pertolongan itu datang dari kegigihannya, topi-topi
yang ia jual selama ini adalah topi rajutan ibunya. Butuh sepuluh tahun lamanya
untuk bisa memasarkan topi itu lebih luas. Pada suatu hari di taman bunga, ia
bertemu seorang bule dari Eropa yang memborong dagangannya. Sang bule ternyata
youtuber, ia lalu mempromosikan topi rajut tersebut di chanel youtubenya. Tidak
disangka, pesanan topi itu dalam waktu satu minggu mencapai puluhan ribu. Usaha
topinya melesat cepat, tidak pernah disangka sebelumnya. Bahkan ia sudah punya
pabrik topi yang diresmikan tepat hari ini. Sungguh benar kata guru agamanya,
pertolongan itu bisa datang dari mana saja. Mungkin bukan hari ini, bukan
besok, bukan besok besoknya lagi, tapi nanti akan ada waktunya sendiri.
Bagi kamu yang sedang mersakan lelah
dalam berjuang, jangan sampai berhenti ya. Mungkin hasilnya bukan hari ini,
bukan besok, bukan besok besoknya lagi, tapi pasti akan ada waktunya nantii. Maka,
mari sama-sama tetap berjuang ya, sampai pertolongan yang tidak disangka-sangka
itu sungguh menghampiri kita. Sebab, kadang, pertolongan itu harus diupayakan
dan dijemput, tidak serta merta akan datang sendirinya.
No comments:
Post a Comment