Sunday, May 17, 2020

Menjemput Pertolongan


Seorang gadis kecil menundukkan kepalanya dalam-dalam di ujung taman bunga, menyaksikan anak-anak bersenda gurau dengan ibu bapaknya. Ia memeluk lututnya erat-erat.. Setelah matahari sedikit tertutup awan, ia kembali membawa dagangannya, topi-topi rajut lucu untuk melindungi kepala para pengunjung taman  dari teriknya matahari di musim panas kali ini. Hari ini harus dapat uang banyak, obat sakit asma ibundanya belum ditebus sejak dua hari kemarin. Bapaknya minggat sejak ia lahir, kabarnya kepincut penyanyi karaoke di pulau seberang, begitu cerita yang kerap ia dengar dari tetangganya. Usianya baru dua belas tapi episode kehidupannya sudah buat kekuatan hatinya meretas.
Pada usianya yang masih belia, ia dipaksa dewasa lebih cepat. Demi ibundanya, satu-satunya yang ia punya saat ini. Belum lagi serangkaian drama hinaan dari kawan sekolahnya, sudah beragam jenis hinaan hingga kupingnya jadi kebal. Hati anak belia ini sudah dibentengi banyak perkara berat, maka hal-hal remeh dari mulut-mulut jahil itu tidak lagi menjadi soal. Meski langkahnya terseok-terseok, tetapi sedikitpun ia tidak pernah punya niatan untuk menyerah. Baginya, nasihat guru agamanya selalu jadi pedoman kehidupan, yang terpenting terus berusaha, pertolongan bisa datang dari mana saja.

Batinnya hanya akan jadi nelangsa jika menyaksikan anak-anak seusianya bisa bermain bersama orang tuanya, bersenang-senang, menikmati indahnya taman bunga, makan bersama di kedai dekat sungai, dan wujud kebersamaan lainnya. Wajar, dia baru usia dua belas, dan dia juga manusia, nelangsa, sedih, duka lara tentu jadi salah satu perasaan yang bisa hinggap pada hati manusia siapa saja. Tetapi jika ia pulang, meski hanya dengan nasi ditabur garam, asal makan bersama ibunya, itu sudah sangat istimewa. Lebur sudah lelahnya, hilang seketika nelangsa hatinya.

Keesokan harinya, saat bersiap berangkat sekolah sembari menyiapkan dagangannya, ia selalu tanamkan dalam langkah pertamanya ketika meninggalkan rumah, tetap berusaha sebab pertolongan datang dari mana saja. Dan, benar, pertolongan itu sungguhan datang, pertolongan yang datang sepuluh tahun kemudian, tepatnya hari ini, saat usianya genap dua puluh dua tahun. Pertolongan itu datang dari kegigihannya, topi-topi yang ia jual selama ini adalah topi rajutan ibunya. Butuh sepuluh tahun lamanya untuk bisa memasarkan topi itu lebih luas. Pada suatu hari di taman bunga, ia bertemu seorang bule dari Eropa yang memborong dagangannya. Sang bule ternyata youtuber, ia lalu mempromosikan topi rajut tersebut di chanel youtubenya. Tidak disangka, pesanan topi itu dalam waktu satu minggu mencapai puluhan ribu. Usaha topinya melesat cepat, tidak pernah disangka sebelumnya. Bahkan ia sudah punya pabrik topi yang diresmikan tepat hari ini. Sungguh benar kata guru agamanya, pertolongan itu bisa datang dari mana saja. Mungkin bukan hari ini, bukan besok, bukan besok besoknya lagi, tapi nanti akan ada waktunya sendiri.

Bagi kamu yang sedang mersakan lelah dalam berjuang, jangan sampai berhenti ya. Mungkin hasilnya bukan hari ini, bukan besok, bukan besok besoknya lagi, tapi pasti akan ada waktunya nantii. Maka, mari sama-sama tetap berjuang ya, sampai pertolongan yang tidak disangka-sangka itu sungguh menghampiri kita. Sebab, kadang, pertolongan itu harus diupayakan dan dijemput, tidak serta merta akan datang sendirinya.

No comments:

Post a Comment