Belakangan ini aku
berhasil masuk dalam arus kumparan Death Note. Aku terpukau dengan kegantengan
dan kepintaran Raito, kecerdasan serta polah aneh L dan N, kegarangan Ryuk,
cinta mati Misa, dan banyak lainnya.
Raito adalah anak
muda yang dikaruniai ketampanan beserta kepandaian yang mumpuni. Peringkat satu
bukan lagi sesuatu yang luar biasa baginya. Namun, pola
pikirnya yang terlalu out of box mendadak membuatnya menjadi pribadi yang menyeramkan.
Jauh lebih menyeramkan dari Shinigami. Dan Death Note menjadi alasannya.
Menurutku, membasmi kejahatan di muka bumi yang mulai busuk ini adalah niat
mulia. Niat mulia yang memang harus digalangkan, tapi niat yang baik jika
dieksekusi dengan cara yang keji itu sama saja busuk. Apalagi sampai menghabisi
nyawa orang, sekalipun orang itu memang benar-benar sampah. Tidak ada satu alasanpun yang bisa diterima
untuk membunuh seseorang. Apapun alasannya itu tetaplah tindakan terkutuk! Raito begitu
muak dengan kejahatan yang melimpah ruah di muka bumi ini, dan dia mempunyai
ambisi untuk membersihkan dunia ini dari orang-orang busuk. Yang membuat aku
sangat tercengang adalah keinginan Raito untuk menjadi Tuhan di dunia yang akan
dibentuknya. Astaga, memang segala
sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, apapun!
Misa adalah gadis yang begitu menggilai Raito, cintanya tulus, bahkan rela
mati untuk Raito. Sedangkan Raito sudah lupa dengan cinta, apalagi ketulusan
cinta. Yang ada dalam pikirannya hanya bagaimana cara membunuh para penjahat
dengan Death Note tanpa dicurigai L. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan
Misa, sang pemilik Death Note ke dua. Ah, miris! Pun ketika akhirnya Raito
mati, Misa adalah orang yang paling nelangsa meratapi kepergiannya. Sekalipun Raito
tak pernah mencintai Misa dengan sebenar-benarnya, tapi Misa tak peduli. Ia tetap
mencintai Raito dengan segala daya dan upaya yang ia bisa. Sebegitu gilanya ya
kalau sudah cinta mati, antara cinta dan bodoh sudah sulit dibedakan. Contoh di
dunia kita saat ini, banyak anak muda yang kegaet cinta di dunia maya. Dan yang
bikin trenyuh adalah cinta ‘maya’ itu selalu berakhir tragis. Ditipulah,
dibegitukanlah, dibeginikanlah, lah, lah. Maka berhati-hatilah dalam meletakkan
cinta, pun ketika merawatnya. Aku pernah dengar sebuah kaliamt dari cuplikan
film, begini “Jatuh cintalah dengan pelan-pelan, jangan sekaligus. Berat nanti.”
Dari Death Note mari bergeser sedikit ke Detektif Conan. Duh, anime yang
ini selalu jadi favoritku. Conan adalah bocah cerdik, meski keterbatasan fisik yang
dialaminya tak menjadikannya menyerah begitu saja. Mengakui bahwa dia adalah
Shinichi adalah hal bodoh tapi menutup diri sepenuhnya juga bukan jalan keluar.
Dengan berbagai trik yang sangat brilian Conan selalu bisa menjadi pemecah
kasus tanpa harus menunjukkan bahwa dirinyalah yang sebenarnya telah memecahkan
kasus tersebut. Bahkan, Conan bisa menghadirkan Shinichi dan dirinya dengan
sekaligus, tentunya tak terlepas dari trik-triknya. Conan angat jeli dalam membaca setiap
peristiwa, hala-hal tak bernilai bagi kebanyakan orang bisa menjadi kunci kasus
yang tengah ditanganinya. Dan begitulah, pengamat yang baik selalu lebih
unggul.
Ran adalah sahabat baik Shinichi sejak kecil. Kedekatan mereka berdua
menjadikan Ran mulai merasakan getaran yang berbeda, ya Ran menyukai Shinichi. Gadis
yang jago karate itu selalu khawatir dengan Shinichi karena tak pernah memberi
kabar. Shinichi, sebenarnya dia juga memendam rasa yang sama, hanya untuk
kondisi yang sekarang ini mengungkapkan hal tersebut justru akan memperburuk
keadaan. Ran senantiasa menunggu kedatangan Shinichi, dia percaya bahwa semakin
lama menunggu maka sebuah pertemuan akan jauh lebih berarti. Hanya saja Ran
adalah pengungkap rasa yang sangat payah, yang membuat Shinichi sering berkata “BAKAA!”
padanya. Berbeda dengan Ran, Shinici adalah pengungkap rasa yang sangat rapih. Bisa
dikatakan memang cuek, tapi bukan berarti tidak peduli. Ketika Ran menelponnya
dengan suara serak karena batuk, keesokan harinya Shinichi mengirimkan permen
mint untuk Ran, dengan isi surat “Makanlah permen ini, suara kau di telpon kemarin
terdengar serak.”
Bagiku cara mencitai Shinichi pada Ran adalah keren, sangat ‘mahal’. Tidak gombal,
tapi bikin meleleh. Tidak banyak bicara, tapi langsung aksi. Jauhlah kalau
dibandingkan cerita-cerita FTV itu yang dengan gampangnya bilang “Aku cinta
kamuuuuu!”. Itu pasaran, norak!
Tapi kan sebenarnya Shinichi selalu di samping Ran, tak pernah kemana-mana! Oh mungkin itu jauh lebih menyakitkan, menunggu seseorang yang sebenarnya tak pernah pergi.
Begitulah, setiap orang punya cara dalam memperlakukan cinta. Mau seperti
Raito yang sudah hilang definisi soal cinta, mau seperti Misa yang seperti
telah ‘menuhankan’ cinta, mau seperti Ran yang payah mengungkapkan cinta tapi
tak pernah khianat dalam menunggu, atau mau seperti Shinichi yang dengan ‘mahal’
mengungkapkan cinta? Terserah, kurasa kita sudah sama-sama tahu :)
Cintailah yang
kamu cintai dengan semau cintamu,tapi bersiaplah untuk ditinggalkan.
(HR. Tabrani)
(HR. Tabrani)
Prasetyani Estuning Asri
No comments:
Post a Comment