Sunday, October 27, 2013

Terserah tapi Pahamilah



Belakangan ini aku berhasil masuk dalam arus kumparan Death Note. Aku terpukau dengan kegantengan dan kepintaran Raito, kecerdasan serta polah aneh L dan N, kegarangan Ryuk, cinta mati Misa, dan banyak lainnya.
Raito adalah anak muda yang dikaruniai ketampanan beserta kepandaian yang mumpuni. Peringkat satu  bukan lagi sesuatu yang luar biasa baginya. Namun, pola pikirnya yang terlalu out of box mendadak membuatnya menjadi pribadi yang menyeramkan. Jauh lebih menyeramkan dari Shinigami. Dan Death Note menjadi alasannya. Menurutku, membasmi kejahatan di muka bumi yang mulai busuk ini adalah niat mulia. Niat mulia yang memang harus digalangkan, tapi niat yang baik jika dieksekusi dengan cara yang keji itu sama saja busuk. Apalagi sampai menghabisi nyawa orang, sekalipun orang itu memang benar-benar sampah. Tidak ada satu alasanpun yang bisa diterima untuk membunuh seseorang. Apapun alasannya itu tetaplah tindakan terkutuk! Raito begitu muak dengan kejahatan yang melimpah ruah di muka bumi ini, dan dia mempunyai ambisi untuk membersihkan dunia ini dari orang-orang busuk. Yang membuat aku sangat tercengang adalah keinginan Raito untuk menjadi Tuhan di dunia yang akan dibentuknya. Astaga, memang segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, apapun!
Misa adalah gadis yang begitu menggilai Raito, cintanya tulus, bahkan rela mati untuk Raito. Sedangkan Raito sudah lupa dengan cinta, apalagi ketulusan cinta. Yang ada dalam pikirannya hanya bagaimana cara membunuh para penjahat dengan Death Note tanpa dicurigai L. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan Misa, sang pemilik Death Note ke dua. Ah, miris! Pun ketika akhirnya Raito mati, Misa adalah orang yang paling nelangsa meratapi kepergiannya. Sekalipun Raito tak pernah mencintai Misa dengan sebenar-benarnya, tapi Misa tak peduli. Ia tetap mencintai Raito dengan segala daya dan upaya yang ia bisa. Sebegitu gilanya ya kalau sudah cinta mati, antara cinta dan bodoh sudah sulit dibedakan. Contoh di dunia kita saat ini, banyak anak muda yang kegaet cinta di dunia maya. Dan yang bikin trenyuh adalah cinta ‘maya’ itu selalu berakhir tragis. Ditipulah, dibegitukanlah, dibeginikanlah, lah, lah. Maka berhati-hatilah dalam meletakkan cinta, pun ketika merawatnya. Aku pernah dengar sebuah kaliamt dari cuplikan film, begini “Jatuh cintalah dengan pelan-pelan, jangan sekaligus. Berat nanti.”
Dari Death Note mari bergeser sedikit ke Detektif Conan. Duh, anime yang ini selalu jadi favoritku. Conan adalah bocah cerdik, meski keterbatasan fisik yang dialaminya tak menjadikannya menyerah begitu saja. Mengakui bahwa dia adalah Shinichi adalah hal bodoh tapi menutup diri sepenuhnya juga bukan jalan keluar. Dengan berbagai trik yang sangat brilian Conan selalu bisa menjadi pemecah kasus tanpa harus menunjukkan bahwa dirinyalah yang sebenarnya telah memecahkan kasus tersebut. Bahkan, Conan bisa menghadirkan Shinichi dan dirinya dengan sekaligus, tentunya tak terlepas dari trik-triknya.  Conan angat jeli dalam membaca setiap peristiwa, hala-hal tak bernilai bagi kebanyakan orang bisa menjadi kunci kasus yang tengah ditanganinya. Dan begitulah, pengamat yang baik selalu lebih unggul.
Ran adalah sahabat baik Shinichi sejak kecil. Kedekatan mereka berdua menjadikan Ran mulai merasakan getaran yang berbeda, ya Ran menyukai Shinichi. Gadis yang jago karate itu selalu khawatir dengan Shinichi karena tak pernah memberi kabar. Shinichi, sebenarnya dia juga memendam rasa yang sama, hanya untuk kondisi yang sekarang ini mengungkapkan hal tersebut justru akan memperburuk keadaan. Ran senantiasa menunggu kedatangan Shinichi, dia percaya bahwa semakin lama menunggu maka sebuah pertemuan akan jauh lebih berarti. Hanya saja Ran adalah pengungkap rasa yang sangat payah, yang membuat Shinichi sering berkata “BAKAA!” padanya. Berbeda dengan Ran, Shinici adalah pengungkap rasa yang sangat rapih. Bisa dikatakan memang cuek, tapi bukan berarti tidak peduli. Ketika Ran menelponnya dengan suara serak karena batuk, keesokan harinya Shinichi mengirimkan permen mint untuk Ran, dengan isi surat “Makanlah permen ini, suara kau di telpon kemarin terdengar serak.”
Bagiku cara mencitai Shinichi pada Ran adalah keren, sangat ‘mahal’. Tidak gombal, tapi bikin meleleh. Tidak banyak bicara, tapi langsung aksi. Jauhlah kalau dibandingkan cerita-cerita FTV itu yang dengan gampangnya bilang “Aku cinta kamuuuuu!”. Itu pasaran, norak!
Tapi kan sebenarnya Shinichi selalu di samping Ran, tak pernah kemana-mana! Oh mungkin itu jauh lebih menyakitkan, menunggu seseorang yang sebenarnya tak pernah pergi.

Begitulah, setiap orang punya cara dalam memperlakukan cinta. Mau seperti Raito yang sudah hilang definisi soal cinta, mau seperti Misa yang seperti telah ‘menuhankan’ cinta, mau seperti Ran yang payah mengungkapkan cinta tapi tak pernah khianat dalam menunggu, atau mau seperti Shinichi yang dengan ‘mahal’ mengungkapkan cinta? Terserah, kurasa kita sudah sama-sama tahu :)

Cintailah yang kamu cintai dengan semau cintamu,tapi bersiaplah untuk ditinggalkan.
(HR. Tabrani)

Prasetyani Estuning Asri

No comments:

Post a Comment