Friday, October 25, 2013

(Hanya) Pemadam 'Kebakaran'



Menulis adalah sebuah kebahagiaan, dimana aku bisa ‘melampiaskan’ berbagai macam perasaan dengan sejujur-jujurnya. Bahasaku memang tak intelek, jarang sekali memakai imbuhan –sasi, pun tak suka aku pakai istilah asing. Oh, ya, aku tak suka sebab aku tak banyak tahu. Tema yang ku angkat juga tak bombastis-bombastis amat, malah cenderung hanya hal remeh-temeh. Tentang nasi yang aku makan tiga kali sehari misalnya, atau bunga Angsana yang sedang berguguran di pelataran kampus. Risetku juga hanya mengandalkan apa yang aku lihat, apa yang aku rasa, apa yang aku dengar, dan tentu saja sekomplotan imajinasi. Begitu saja, sesederhana itu. Tapi batinku bahagia, aku bercerita dengan caraku dan dengan kalimatku sendiri. Aku sangat mengidamkan menjadi pengamat yang baik, peka dengan hal-hal remeh tapi ‘dalam’, bisa berbeda dalam membaca keadaan dengan sudut pandang kebanyakan. 

Sejauh ini, aku sudah cukup sering membaca buku-buku: majalah, komik, novel, dan juga buku non fiksi. Sering aku menyadur cara menyusun kalimat dan gaya bahasa dari buku-buku yang telah aku baca. Yang paling seru adalah kombinasi syahdu Habiburrahman degan imajinasinya Tere Liye kemudian sedikit konyolnya Raditya Dika, ditambah tetesan semangat Alif Fikri, ceplas-ceplosnya Sujiwo Tejo juga jadi penyedap yang lezat. Dan banya penulis inspiratif lainnya yang dapat meluweskan caraku menulis. Iya, benar, belajarnya seorang penulis itu ya dengan banyak membaca.
Belum lama ini aku sedang paksa diri untuk membaca sebuah buku beraliran ekonomi bisnis, bukunya sebenarnya terbeli sudah hampir dua tahun lalu, tapi baru sempat terbaca beberapa bulan ini. Oh, dan kabar buruknya, buku itu belum terselesaikan, mandek di akhir BAB 1. Banyak sebab, pertama jelas aku kurang paham jadi sering mendadak pening. Kedua, rayuan novel yang tak tertepiskan. Ketiga, keempat, dan seterusnya adalah alasan-alasan pembenaran lainnya. Yang jelas, sebabnya hanya satu: niat yang tidak ditancap kuat. Yaa, kadang kita sudah berjalan jauh, banyak hal buruk dan menyakitkan terjadi, coba tengok niat kita, mungkin ada masalah atau sedikit salah fokus. 

Aku bahkan belum menemukan benang merah dari tulisan ini, mangalir begitu saja. Ahh, aku memang sedang ingin sembarangan menulis. Sekadar memadamkan isi kepala yang sedari beberapa hari lalu kebakaran hebat. Tapi aku ingin membuat sebuah pengharapan, mungkin jika ada yang tak sengaja atau terjebak membaca tulisan ini bisa bantu mengamini. Harapan itu adalah: Allah, jadikan aku tumbuh besar dengan kesederhanaan yang aku rawat, temukan aku dengan hal-hal hebat yang tak banyak dilihat orang melalu kesederhanaan ini.

Bahagia itu sederhana, tapi jangan suka menyederhanakan kebahagiaan.

Happy jumuah mubarak! :)


No comments:

Post a Comment