Menulis adalah sebuah kebahagiaan,
dimana aku bisa ‘melampiaskan’ berbagai macam perasaan dengan sejujur-jujurnya.
Bahasaku memang tak intelek, jarang sekali memakai imbuhan –sasi, pun tak suka
aku pakai istilah asing. Oh, ya, aku tak suka sebab aku tak banyak tahu. Tema yang
ku angkat juga tak bombastis-bombastis amat, malah cenderung hanya hal
remeh-temeh. Tentang nasi yang aku makan tiga kali sehari misalnya, atau bunga
Angsana yang sedang berguguran di pelataran kampus. Risetku juga hanya
mengandalkan apa yang aku lihat, apa yang aku rasa, apa yang aku dengar, dan
tentu saja sekomplotan imajinasi. Begitu saja, sesederhana itu. Tapi batinku
bahagia, aku bercerita dengan caraku dan dengan kalimatku sendiri. Aku sangat
mengidamkan menjadi pengamat yang baik, peka dengan hal-hal remeh tapi ‘dalam’,
bisa berbeda dalam membaca keadaan dengan sudut pandang kebanyakan.
Sejauh ini, aku sudah cukup sering
membaca buku-buku: majalah, komik, novel, dan juga buku non fiksi. Sering aku
menyadur cara menyusun kalimat dan gaya bahasa dari buku-buku yang telah aku
baca. Yang paling seru adalah kombinasi syahdu Habiburrahman degan imajinasinya
Tere Liye kemudian sedikit konyolnya Raditya Dika, ditambah tetesan semangat
Alif Fikri, ceplas-ceplosnya Sujiwo Tejo juga jadi penyedap yang lezat. Dan banya
penulis inspiratif lainnya yang dapat meluweskan caraku menulis. Iya, benar,
belajarnya seorang penulis itu ya dengan banyak membaca.
Belum lama ini aku sedang paksa
diri untuk membaca sebuah buku beraliran ekonomi bisnis, bukunya sebenarnya
terbeli sudah hampir dua tahun lalu, tapi baru sempat terbaca beberapa bulan
ini. Oh, dan kabar buruknya, buku itu belum terselesaikan, mandek di akhir BAB
1. Banyak sebab, pertama jelas aku kurang paham jadi sering mendadak pening. Kedua,
rayuan novel yang tak tertepiskan. Ketiga, keempat, dan seterusnya adalah
alasan-alasan pembenaran lainnya. Yang jelas, sebabnya hanya satu: niat yang
tidak ditancap kuat. Yaa, kadang kita sudah berjalan jauh, banyak hal buruk dan
menyakitkan terjadi, coba tengok niat kita, mungkin ada masalah atau sedikit
salah fokus.
Aku bahkan belum menemukan benang
merah dari tulisan ini, mangalir begitu saja. Ahh, aku memang sedang ingin
sembarangan menulis. Sekadar memadamkan isi kepala yang sedari beberapa hari
lalu kebakaran hebat. Tapi aku ingin membuat sebuah pengharapan, mungkin jika
ada yang tak sengaja atau terjebak membaca tulisan ini bisa bantu mengamini. Harapan
itu adalah: Allah, jadikan aku tumbuh besar dengan kesederhanaan yang aku
rawat, temukan aku dengan hal-hal hebat yang tak banyak dilihat orang melalu
kesederhanaan ini.
Bahagia itu sederhana, tapi jangan
suka menyederhanakan kebahagiaan.
Happy jumuah mubarak! :)
No comments:
Post a Comment