Sunday, December 1, 2013

The Spirit of Me



The spirit of Java, begitu julukan untuk kota ini. Ya, Solo. Sejak kanak-kanak aku sudah akrab dengan Solo. Berawal dari duka yang meluber hingga ke perpisahan. Tepatnya tujuh tahun lalu, ketika malaikat duniaku musti menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Dr. Moewardi. Usiaku dua belas ketika itu, dan menjadikan Solo, tepatnya RS Dr. Moewardi sebagai rumah kedua. Setiap akhir pekan selama lebih dari tiga minggu aku menginap di RS Dr. Moewardi, menemani ibu yang sedang melawan sel-sel jahanam yang menggerogoti tubuhnya. Kedai HIK di seberang rumah sakit sudah seperti dapur umum tiap kali malam menjelang. Hidangan Instimewa Kampung yang tersaji di sana membuat air liur berproduksi dua atau bahkan tiga kali lipat lebih melimpah. Sego kucing, sate usus, gorengan, wedang susu jahe, pisang karamel, dan berbagai olahan nikmat lainnya menjadikan diri ini selalu kalap. Meski tempatnya remang, dan musti berjubel dengan pengunjung lain tapi tak jadikan ini penghalang menikmati sajian yang terhidang. Begini caraku mengurangi duka di kota Solo, sesederhana ini. Kemudian tiap pagi datang aku selalu antre di depan RS untuk menikmati sego liwet yang dijual ibu-ibu bersanggul tanggung. Nasi gurih yang kemudian disajikan dengan suwiran ayam, sayur labu siam, telur rebus, dan areh terasa nikmat di sekujur lidah, makin gawat nikmatnya karena dipincuk dengan daun pisang. 

Hingga setahun setelah rutinitas itu, setahun setelah ibuku benar-benar pergi lebih tepatnya, kenangan di seantero RS Dr. Moewardi masih saja membekas. Aku dan keluargaku bahkan hingga kini masih sering menghabiskan malam Minggu di kedai HIK favorit, sambil menyaksikan kamar paling pojok di lantai tiga RS Dr. Moewardi. Meski kini sudah tertutup oleh bangunan baru di depannya tapi segala kenangan tak pernah mampu tertutup. 

Solo masih saja menjadi tempat yang memberikan banyak kejutan. Dua tahun setelahnya, aku mendapat durian runtuh di kota ini. Ketika itu aku duduk di bangku kelas 3 SMP, dan beruntung mendapat kesempatan mengikuti workshop pembuatan roket air di FMIPA Universitas Sebelas Maret. Di aula Gedung B FMIPA UNS aku memperoleh banyak ilmu serta segudang pengalaman. Dan ketika terjun membuat roket air di rektorat UNS aku bahkan tak sadar diri bisa melangkah ke babak selanjutnya. Alhamdulillah, ketika menjalani babak selanjutnya di Jogja aku bisa meraih juara harapan dua, dan berhak mendapat piala, piagam, dan uang tunai sebesar tujuh ratus ribu rupiah. Semua berawal di Solo. 

Empat tahun setelahnya, takdir menuntunku kembali ke Solo. Kini benar-benar rumah keduaku ada di kota ini. Tahun 2012 lalu usai lulus dari SMAN 1 Wonogiri aku ditakdirkan menimba ilmu di FMIPA UNS jurusan Matematika. Ya, tak pernah terpikirkan sebelumnya tempat dimana aku pernah menimba ilmu tentang roket air dulu kini menjadi tempat menimba ilmuku untuk masa depan. Meski tak begitu antusias sebab sebenarnya jiwaku sudah lama terdampar di Sastra –bukan Matematika— tapi aku tetap berjuang untuk ceria. Setidaknya banyak kawan yang begitu hangat di sini. Surya Utama adalah salah satu nama jalan di belakang kampus, tepatnya di belakang Kecamatan Jebres. Di salah satu gang itulah sebuah rumah kos-kosan menjadi tempat aku berteduh. Keluarga baru aku dapatkan di sini, hangat sekali. Semakin kesini aku makin menyatu dengan kota Solo, toko buku yang tersebar di seantero kota adalah tempat favoritku menghabiskan waktu luang. Pernah sekali ketika ada kegiatan asistensi aku dan kawan-kawan menikmati nyamannya ndegan di pinggiran Bengawan Solo. Sisi lain kota Solo kembali aku dapat, sayangnya sampah-sampah mulai bergelimpangan. Dan barangkali, aku kini mulai menjadi salah satu donatur melimpahnya produksi sampah di kota Solo. Maafkan aku ya, Solo. 

Kini usiaku sembilan belas, dan memiliki banyak pehaman baru tentang Solo. Terima kasih Solo, telah menjadi tempat hijrah yang sangat nyaman.

 Dan kini, Solo tak hanya The Spirit of Java tapi juga The Spirit of Me.....

No comments:

Post a Comment