Usiaku akan genap 24 tahun di tahun ini, usia yang cukup
terlambat jika belum menuntaskan pendidikan S 1. Orang-orang menilaiku begitu
bersemangat, meski sudah hampir 6 tahun utuh kuliah, 2 tahun di jurusan yang
salah, 4 tahun di jurusan yang aku minati. 6 tahun, bocah sekolah saja sudah
lulus SD semestinya. Tapi, kadang kala bukan masalah ingin mendapat gelar atau
hak-hal heroik apapun itu. Sesepela, sesak tiap kali bertukar cerita kepada
teman-teman sebaya atau bahkan adik kelas semasa SMP atau SMA. Beberapa sudah
sibuk mengurus tesis untuk gelar masternya, beberapa sedang semangat keliling
dunia untuk menuntaskan pekerjaannya, beberapa nampak sibuk sekali mengurus
beasiswa ke luar negeri, beberapa juga sedang beradaptasi karena baru masuk
CPNS. Aku tentu gembira mendengar kabar baik itu, ikut bangga pernah menjadi
bagian hidupnya meski tak pernah berkontribusi apapun untuk jalannya menuju
kesuksesan. Namun, naluriku sebagai manusia utuh yang punya hati, diam-diam aku
menyimpan kejenuhan. Aku merasa hidupku begini-begini saja, jalan di tempat
tanpa punya arah yang jelas. Jenuh, ya kalau boleh mngeluh jenuh, bosan, aku
akan selalu berteriak-teriak jenuh dan bosan setiap hari, keras, kencang,
sampai hatiku sedikit bisa lega.
Tapi aku tahu, meneriakkan kejenuhan dan kebosanan bukanlah
pilihan yang baik untuk menentramkan hati, tidak pula akan memberi solusi. Tak
ada guna. Meski sekarang aku sedikit pontang-panting melawan cekikan jenuh,
bosan, malas , dan apapun itu sebutannya. Meski berulang kali aku merasa ingin luruh, berhenti saja, ini semua sudah cukup. Meski berulang kali aku
terseok-seok menghentikan langkah di beberapa tepian kisah ini. Meski banyak
hal membuatku jatuh, tersungkur, tapi aku (harus) kuat. Kejenuhan ini harus ku obati dengan semangat yang kupaksakan setiap saat, paling
tidak, biar aku tidak dipecundangi oleh diriku sendiri, oleh pikiran burukku
sendiri, oleh apapun hal buruk yang lahir dari diriku sendiri.
Wonogiri, 30 Mei 2018