Tuesday, December 31, 2019

Dua Ribu Sembilan Belas dan Kisah Kasihnya yang Membekas

Dua ribu sembilan belas diawali dengan kerja keras, demi utang gelar agar segera tuntas.
Lika-likunya berjalan mengasyikkan, segala lelah dibayar oleh hasil yang memuaskan secara tuntas.

Perayaan kelulusan yang tidak terlalu kudambakan justru malah menjadi moment yang memikat.
Orang-orang tersayang datang mengucap selamat dan pelukan hangat.
akhirnya semua sudah dilalui dengan kecepatan kilat tapi hasil super akurat.
Bukan karena seorang aku yang hebat, tapi merekalah yang membuatku kuat dan tetap stabil jaga semangat.

Dua ribu sembilan belas pertengan membuatku mampu mewujudkan satu mimpi dambaanku, membuat kelas menulis.
Tidak kusangka, mini kelas online maupun tatap muka secara langsung diminati oleh teman-teman yang ingin ketahui tata cara menulis dan dalam setiap meteri mereka tidak apatis.
Untuk awal yang cuma coba-coba tapi responnya sedahsyat ini membuatku jadi terharu sampai menahan tangis.

Dua ribu sembilan belas disusul dengan kabar lolosnya aku jadi pegawai LPPM kampus.
Kerjanya seru, bertemu orang baru, pengalaman baru, tapi aku membohongi diriku setengah mampus.
Pekerjaan ini hanya sebatas eksistensiku untuk jawab pertanyaan, "sekarang kerja di mana?", sekadar luapan diri untuk diakui yang ambisius.
Aku meninggalkan usahan Serabi Joglo yang akhirnya jadi keteteran, pelanggan banyak yang kecolongan karena kedai sering tutup, mereka hanya bisa mendengus.
Aku? Makin jadi ingin segera putus dari luapan pengakuan yang ambisius.
Akhirnya, satu bulan aku putus kontrak, dengan segala pemikiran dan pilihan hati yang tulus.

Patah hati besar juga jadi bagian dari dua ribu sembilan belas.
Ditinggal setelah bertahun-tahun masa tunggu dan terima banyak keadaan ini itu justru lenyap tak membekas.
Seseorang menemukan hati yang lain, dan aku dicampakkan tanpa pamit, aku hanya dihempas.
Sesak dan rasanya jadi sukar bernapas.
Hari pertama patah hati, selepas kusaksikan 15 detik story di laman media sosialnya, remuk redam dan sekujur tubuh terasa lemas.
Sebegini sajakah kisah ini dirampas?
Beruntung, sahabat-sahabat baik memberi kekuatan mengembalikan tawa yang sempat hilang tak berbekas.
Aku hanya ingin ikhlas, meski mengkal dan segala kecewa tak akan usai disembuhkan di dua ribu sembilan belas.

Menjelang akhir dua ribu sembilan belas, aku yang sedang susah payah menyembuhkan patah hati dipertemukan dengan Kelas Inspirasi.
Jiwa pendidikku kembali menggeliat, bertemu anak-anak akan jadi salah satu alternatif penyembuh patah hati.
Dan sungguh terjadi, di Kelas Inspirasi Wonogiri aku jadi tahu makna berbagi yang sungguhan murni berbagi.
Juga polosnya adik-adik manis yang jadi obat hati tersendiri.

Dua ribu sembilan belas penuh dengan kisah dan kasih yang nano-nano, rasanya ramai.
Lengkap, ada bahagia yang bahagia sekali, ada sedih yang sedih sekali.
Tidak terasa, 2019 sudah segera pamit, diganti 2020 yang kisah barunya akan segera dimulai.

Tentu harapan harus tetap dijaga, semangat juga tak boleh hilang kendali, yang terpenting hati damai dan pikiran buruk tidak hantui diri di 2020 nanti.
Sebab, apa yang sejatinya dicari? Iya, kedamaian hati pada segala kondisi, pada segala keadaan kurang maupun lebih dalam hidup ini.

Sekian, 

Asri

No comments:

Post a Comment