Kenalin, nama saya Setya. Tahun ini
kebetulan saya mendapatkan keberuntungan bisa menjadi mahasiswi di salah satu
universitas negeri di sebuah kota yang terkenal dengan sego liwetnya. Jurusan
yang saya ambil sangat kontras dengan cita-cita saya, mereka bilang ini gila
dan saya juga bilang ini gila. Mata saya mengalami cacat, tidak bisa melihat
jarak yang agak jauh. Iya, minus. Oleh karenanya, kaca mata berframe biru
selalu menjadi pemandu mata saya untuk memperjelas langkah kaki daya. Kata
teman-teman penampilan saya seperti anak alim, tapi kelakuan saya bisa menyamai
preman. Tak jarang mereka tertipu oleh penampilan saya, ya bisa dikatakan saya
memang munafik dan bermuka dua. Rumah saya dari kampus cukup jauh, sekitar satu
jam jika ditempuh dengan jalur bis umum. Sebenarnya saya punya kos-kosan, tapi
cuma saya pakai kalau saya pulang malam dan kehujanan. Selebihnya saya pilih
pulang, alasannya banyak. Pertama, tentu
di rumah memang lebih nyaman. Kedua, ini alasan yang sebenarnya tidak mau saya
umbar tapi biar saja semua tahu. Adik saya suka sendiri di rumah, dan meskipun
tanpa saya dia juga akan baik-baik saja, tapi dengan saya setidaknya ia tidak
perasa kesepian. Saya bersyukur, Tuhan
ngasih ke saya kehidupan yang nggak pernah lempeng. Hal itu ngebuat saya jadi
lebih waspada, meski tak jarang saya masih suka jatuh pada lubang yang sama.
Iya, saya bego.
Beruntung, saya besar di tengah
keluarga yang menanamkan tata aturan secara real. Bapak ibu saya jarang
nasihatin saya secara formal. Mereka lebih sering ngajak saya jalan, kemudian
memperhatikan orang-orang yang ada dan mereka suka nyelipin nilai moral di
tengah-tengahnya. Misalnya, ada cewek yang pakai baju ketat. Ibu saya bilang,
“Kalau pakai baju seperti itu nanti jadi tidak dihargai laki-laki, nggak sopan.
Makanya, pakai baju jangan yang ketat.” Atau waktu ada sepasang pemuda-pemudi
yang sedang asyik memadu kasih, Ibu saya bilang “Anak muda, nggak mikir
akhirat. Jangan sampai anak Ibu ada yang seperti itu. ” Hal-hal seperti itu
yang membuat saya berjuang keras untuk menjauhi hal-hal yang tidak disukai
bapak dan ibu. Kakak saya adalah sosok ideal, sukses menjadi teladan bagi
adik-adiknya, saya bangga punya dia dan saya berharap suatu ketika dia juga
merasa bangga punya saya. Sayang, ibu meninggal disaat saya masih sangat
membutuhkan belaian hangatnya, hidup saya berantakan. Sebentar, lalu hidup saya
kembali normal, tentu berkat keluarga dan teman-teman yang luar biasa. Bapak
saya selalu bilang “Jangan suka mendem masalah sendiri.” Ya, saya memang
pribadi yang suka cerita. Waktu ibu masih ada setiap hari saya selalu cerita
apa saja yang terjadi muali dari saya bangun tidur sampai saya tidur lagi.
Akhirnya, ibu saya membelikan saya buku diary biar cerita saya nggak ilang gitu
aja kayak angin. Sejak SD saya sudah nulis diary. Hobbi saya waktu SD juga
unik, saya suka beli buku-buku kecil yang dijual di emperan sekolah. Buku-buku
berisi tentang cerita horor yang terdiri dari 10 halaman. Tidak hanya itu, saya
juga mengkoleksi buku cerita bonus dari susu formula yang saya konsumsi. Meja
belajar saya penuh dengan buku-buku semacam itu. Iya, saya suka menulis dan
membaca, sejak SD. Pas kelas 6 saya nyaris kepilih buat maju lomba sinopsis,
tapi karena saya terkenal pecicilan sedangkan lomba itu tidak sekedar mengarang
dan menulis tapi ada presentasinya jadi saya tidak jadi ikut. Tidak apa, saya
masih tetap senang dengan cara saya.
Sampai sekarang, saya masih suka
membaca dan menulis. Kebanyakan orang mengira minus saya terus bertambah karena
terlalu banyak menghapal rumus. Padahal itu terjadi karena saya selalu melahab
novel-novel beratus-ratus halaman dengan tiduran. Saya juga punya mimpi untuk
menjadi penulis, rasanya pasti bangga kalau tulisan saya ditweet atau diupdate
status. Menyenangkan ya, apalagi kalau tulisan saya bisa mebuat orang di
sekitar saya tertawa atau setidaknya merasa senang. Semoga segera ada tindakan
nyata dari saya untuk mewujudkan impian itu.
Mungkin ini sedikit perkenalan dari
saya, untuk celoteh saya selanjutnya mungkin saya akan bercerita tentang
teman-teman saya yang luar biasa.
No comments:
Post a Comment