Tuesday, February 4, 2014

Dalam Empat Jam

Pada satu jam pertama
Kau datang dengan masa lalu yang masih kau pikul di kedua pundak, bahkan kepalamu.
Kemudian semua ingatan kembali menyeruak.
Meski kita sama-sama nampak lupa, bukankah sebenarnya kita masih sama-sama menyimpan? Tak lupa sepotong cerita pun.
Satu jam pertama yang memang mengejutkan.

Pada satu jam kedua
Ketika tawa dan canda mulai bertebaran, aku tahu sesungguhnya kita sedang saling menjaga.
Menjaga perasaan dan juga kisah masa lalu.
Aku pun memilih diam ketika kau tampil, dan kau juga begitu padaku.
Mereka bilang kita saling acuh, tanpa tahu bahwa dengan diam justru kita saling menjaga.
Satu jam kedua yang kita buat untuk saling menjaga, memang cukup merepotkan.

Pada satu jam ketiga
Banyak yang kemudian aku pertanyakan.
Kenapa kita tak bisa saling melempar canda?
Kenapa kita tak bisa terbahak bersama?
Kenapa canggung itu amat kuat memberi batas?
Sebenarnya, apa masalah kita?
Berbagai tanya yang tak terlahir tanpa jawaban.
Kita berada dalam batas yang tak terbatas.
Tak ada pertemuan yang benar-benar mempertemukan kita, tak ada.
Sebab batas yang tak terbatas itu terlanjur kokoh membatasi hati, fisik, hingga perasaan kita.
Batas yang terlahir karena terlalu banyak ketakutan di antara kita.
Satu jam ketiga yang membuat aku terjebak dalam tanyaku sendiri.

Pada satu jam keempat
Semua tawa dan canda mulai reda, hujan yang mulanya deras pun sudah reda.
Hanya satu yang belum reda:ingatan tentang kita.
Dan akhirnya kau pulang, namun hanya ragamu yang pulang.
Sedang bayangmu entah bagaimana tetap tinggal bersamaku.
Kita belum selesai, atau bahkan mungkin memang tak akan pernah selesai?
Satu jam keempat yang menghentikan segala sesuatu tanpa terselesaikan.

Kini aku menyadari, kau adalah tanda tanya yang tak akan berakhir dengan tanda titik.

No comments:

Post a Comment