Tuesday, February 4, 2014

??????????

Entah harus memulai dari mana dan dari apa. Karena bagiku kau adalah sesuatu yang tak dimulai dan tak diakhiri. Kau hanya meninggalkan tanda tanya di akhir cerita, tidak ada tanda titik untuk menyudahi segalanya.
Baik, tapi untuk memberikan kesegaran dalam rongga dadaku, aku akan memulai bercerita tentangmu, terserah jika terlihat random dan absurd. Sekali lagi, tulisan ini kubuat untukku sendiri, untuk kesegaran rongga dadaku yang mulai sesak oleh dirimu.

Aku mengenalmu karena campur tangan Tuhan yang menyatukan kita dalam tiga puluh empat siswa alam berjiwa sosial. Gelagatmu aneh tapi menghibur, celotehmu lugu tapi terdengar lucu, polahmu seenaknya tapi ada wibawa. Semua kegilaan yang kau pelihara nampak seimbang dengan kecerdasan yang dianugrahkan Tuhan padamu. Pada dasarnya aku adalah tipe orang yang mudah tertarik kemudian diam-diam mengamati, sekali lagi ini hanya sebatas penasaran yang memberi imun pada ketertarikanmu padamu. Iya, aku hanya tertari karena kau unik, karena kau beda, hanya sebatas itu! Sungguh!!!

Namun asumsi teman-teman berlebihan, sampai menempatkan kita pada batas yang tak terbatas. Sebuah batas yang entah bagaimana amat kuat membatasi hati, perasaan, dan fisik kita. Hingga semua menjadi lebih buruk, sangat buruk. Karena kita akhinya nampak menjadi dua orang yang sedang bersengketa. Aku pun memilih diam, pura-pura tak kenal jika bertemu, ah ini amat menyiksa! Sejujurnya aku hanya ingin berhubungan baik denganmu, saling bertukar pikiran dan bercanda bersama. Ah, mustahil ya kelihatannya? Nyatanya memang sampai tahun kedua kita satu kelas keadaan justru makin rumit. Saat itu aku sudah putus asa melihat papan pengumuman pembagian kelas yang mengabarkan kita akan satu kelas lagi.  Satu kelas denganmu adalah masalah yang akan merembet dengan cepat.

Benar saja, bencana silih berganti menerpa kita berdua. Bahkan di hari pertama masuk kelas baru kita sudah diserang dengan amunisi lebih kuat dan lebih tajam. Di tengah perjalanan aku tidak kuat lagi, sebal saja rasanya, tidak nyaman ditempatkan dalam posisi seperti ini. Dan pada suatu hari, ketika keadaan memberi peluang utuk memaksa kita duduk satu bangku ketahananku habis juga. Sesak rasanya, entah kenapa aku marah, sedih, sebal, dan muak. Ah tak tergambarkan kacaunya hatiku saat itu. Semua perihku lumer dengan tangis yamg tergugu setelah jam istirahat memisahkan kita untuk sementara. Diluar dugaanku, kau menengokku, melihat aku, seperti ingin memastikan apaka aku benar-benar sedang menangis. Seisi kelas cukup heboh kala itu, tangisku kelewat pecah dan membahana. Dan yang tak pernah terpikirkan olehku, kabar dari seorang teman kau membela ku. Dengan dayamu kau lawan seseorang yang –entah sengaja atau tidak— telah mengacaukan hatiku. Aku sempat merasa diperjuangkan, kau adalah lelaki yang membuat aku menangis dan berhenti menagis dalam waktu yang hampir bersamaan.

Di ujung batas kebersamaan kita, kau mengurkan tanganmu, mengucap maaf dan ya basa-basi lainnya. Aku menyambut uluran tanganmu, beranggapan semua telah usai. Kita akan lebih baik lagi setelah ini, kita akan bersahabat dengan sehat seperti yang lainnya setelah ini. Aku yakin itu.
Namun ah apa daya, keyakinanku dan keyakinan yang kau beri ternyata hanya fatamorgana. kita tetap bersengketa setelah cuap-cuap perpisahan itu. Bahkan kemarin, pada tanggal 30 Januari 2014 ketika kita dipertemukan lagi setelah hampir dua tahun tak bertemu, kau tak ada bedanya. Masih menghindar dariku. Masih menjaga jarak dariku. Sebenarnya apa yang salah dengan kita ha? Apa masalah kita? Kenapa kau selalu begitu????????

Ah dasar kau makhluk tanda tanya! Kau yang membuat cerita ini tak terselesaikan! Kau yang mebuat cerita ini berakhir menggantung dengan tanda tanya. Ada apa dengan kita ha? Ada apa?

No comments:

Post a Comment