Thursday, October 31, 2013

Salah Satu dari Sekian Banyak yang tidak Aku Tahu

Pagi ini kota Solo cukup sejuk, bahkan semalam aku sempat menggigil karena kehujanan. Ah, kondisi yang sangat menyenangkan, sebab biasanya dini hari pun udara terasa panas. Bagaimana tidak, lingkungan belakang kampus sesak oleh bangunan kos-kosan. Sulit menemukan kawasan hijau, entah apa kabar paru-paruku. Dan musim penghujan bak oase di padang pasir, walau kadang hanya fatamorgana.
Lantas pagi ini dering HP menjadi penghangat tubuh sekaligus batiniah yang sedang dingin, nyaris beku. Bapak menelpon, di pagi yang tanggung ini, tak biasanya. Kusempatkan angkat telpon sebelum masuk kelas, biar saja telat. Belum sempat aku bilang halo, bapak sudah memulai pembicaraan dengan tensi cukup tinggi, kali ini benar-benar tanpa basa-basi atau intro sekalipun.

“Aja lali sarapan! Sarapan!” Begitu saja, diulang dua kali dengan intonasi cukup tajam. Memang  beberapa hari ini aku tidak sarapan, tapi darimana bapak bisa tahu. Bapak jarang menelpon akhir-akhir ini, kukira sedang sibuk dan sedikit abai padaku, SMS saja juga tidak. Tapi bapak tahu, tahu tabiatku yang tak kunjung pudar. Mungkin ini soal ikatan batin itu, bahwa sebenarnya kau tak akan pernah bisa bohongi orang tuamu. Darahnya mengalir juga di dirimu, jadi ada nyawanya di nyawamu, rasa itu pun melebur bersama darah itu. Bahkan arusnya lebih tajam dari aliran darah itu, lebih kental, lebih sensitif. Inilah salah satu yang aku tidak tahu, salah satu dari sekian banyak yang tidak aku tahu.

Beberapa bulan lalu, masku menelpon bapak dan menanyakan ukuran sepatuku. Bayanganku sebuah sepatu kets yang longgar dan nyaman untuk pecicilan akan segera datang. Dan rupanya, sebuah flat shoes dengan motif amat cantiklah yang datang. Sungguh, ini sepatu perempuan pertama yang aku punya semenjak lulus SD. Satu yang aku tidak habis pikir, ketika masku membeli sepatu ini. Dia pilih sendiri sepatu ini, di toko sepatu yang tentunya didominasi kaum hawa. Pun kalau ada kaum adam, paling hanya nguntit ‘permaisurinya’. Tapi masku tidak. Seperhatian ini rupanya dia pada adiknya yang sudah menyimpang ke arah premanisme semi anarkis, mungkin dengan halus masku mau menyampaikan ‘ingat,kau perempuan’. Aku nangis, dengan girang pakai sepatu itu ke kampus. Meski kata teman-teman aku nampak aneh, meski aku harus berjalan dengan tergopoh-gopoh, meski jempol kakiku terasa seperti dipenjara. Aku tetap bangga memakainya, ini sepatu dari orang spesial. Tak mungkin kusia-siakan. Masku, sedalam itu rupanya. Inilah salah satu yang aku tidak tahu, salah satu dari sekian banyak yang tidak aku tahu.

Seminggu lalu,aku harus bolak-balik Solo – Wonogiri karena bapak pergi ke Jakarta dan Anan –adik laki-lakiku— tak ada teman. Akhir-akhir ini hubunganku dengannya sudah sering tak nyambung lagi. Dia mulai puber dan labil mau memilih jalan hidup yang bagimana, sulit sekali diatur. Sebal kali kalau sudah adu mulut dengannya, mulutnya ingin aku sumpal dengan kaos kaki busuk! Berisikkkk!!! Namun malam itu, ketika aku pulang cukup larut dengan kondisi perut belum tertempel nasi sebutirpun, Anan sedikit berbeda. Sebungkus nasi goreng terhidang di meja dekat TV, sudah dingin. Perkiraanku dia beli sedari sore, HP ku mati jadi tak bisa memberi kabar untuk pulang terlambat. Dan ketika HP ku hidup, WA dari Anan berjubel masuk, bertanya aku sampai mana tiap menitnya. Iya, dia menungguku sedari sore, dan sekarang sudah pukul setengah sepuluh. Malam itu, kami santap nasi goreng berdua dengan cerita yang hangat. Dia bercerita banyak, aku menyimak dengan terus menjejalkan nasi goreng ke mulut. Anan, rupanya banyak yang belum kita bicarakan. Sudah lama kita kehilangan waktu ‘hangat’ seperti ini. Inilah salah satu yang aku tidak tahu, salah satu dari sekian banyak yang tidak aku tahu.

Oh ya, aku beri contoh yang lebih sensitif. Kupikir seseorang itu amat acuh dan tak peduli padaku. Tapi malam itu, malam Rabu kalau tidak keliru. Dia kumpulkan nyali untuk menelponku, gemetar, aku dengar suaranya gemetar, berantakan. Lalu di pertengahan dialog nglantur kami dengan tersengal dia bilang, “Ngomong sama kau itu susah. Seperti ketika mengerjakan soal Matematika yang tidak ada jawabnnya, bisa dikerjakan tapi jawabannya tidak ketemu-ketemu.” Aku terbahak di seberang telpon. Tanpa tahu benar maksud dari perkataannya. Yang pasti, kini aku mengerti bahwa dia tak main-main, sekalipun tak bisa kupastikan seberapa seriusnya dia. Lagi, inilah salah satu yang aku tidak tahu, salah satu dari sekian banyak yang tidak aku tahu.

Detektif sekece Shinichi pun, bertekuk lutut ketika ditanya tentang analisis perasaan. Dia bilang pada Ran , “Bagaimana aku bisa menganalisi perasaan perempuan yang aku suka?” Entah yang ini tentang pernyataan, pertanyaan, atau pengakuan. Serba ambigu, tapi tajam dan menggelitik untuk diulik. Menarik!

Kau, aku, kita semua, sebenarnya tak akan pernah tahu apa yang sebenar-benarnya ada di bali dada seseorang. Meski ia bilang ‘iya’ sekalipun, bisa jadi hatinya menolak. Dan juga sebaliknya. Sungguh, perkara hati tak untuk dikira-kira.


Sunday, October 27, 2013

Terserah tapi Pahamilah



Belakangan ini aku berhasil masuk dalam arus kumparan Death Note. Aku terpukau dengan kegantengan dan kepintaran Raito, kecerdasan serta polah aneh L dan N, kegarangan Ryuk, cinta mati Misa, dan banyak lainnya.
Raito adalah anak muda yang dikaruniai ketampanan beserta kepandaian yang mumpuni. Peringkat satu  bukan lagi sesuatu yang luar biasa baginya. Namun, pola pikirnya yang terlalu out of box mendadak membuatnya menjadi pribadi yang menyeramkan. Jauh lebih menyeramkan dari Shinigami. Dan Death Note menjadi alasannya. Menurutku, membasmi kejahatan di muka bumi yang mulai busuk ini adalah niat mulia. Niat mulia yang memang harus digalangkan, tapi niat yang baik jika dieksekusi dengan cara yang keji itu sama saja busuk. Apalagi sampai menghabisi nyawa orang, sekalipun orang itu memang benar-benar sampah. Tidak ada satu alasanpun yang bisa diterima untuk membunuh seseorang. Apapun alasannya itu tetaplah tindakan terkutuk! Raito begitu muak dengan kejahatan yang melimpah ruah di muka bumi ini, dan dia mempunyai ambisi untuk membersihkan dunia ini dari orang-orang busuk. Yang membuat aku sangat tercengang adalah keinginan Raito untuk menjadi Tuhan di dunia yang akan dibentuknya. Astaga, memang segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, apapun!
Misa adalah gadis yang begitu menggilai Raito, cintanya tulus, bahkan rela mati untuk Raito. Sedangkan Raito sudah lupa dengan cinta, apalagi ketulusan cinta. Yang ada dalam pikirannya hanya bagaimana cara membunuh para penjahat dengan Death Note tanpa dicurigai L. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan Misa, sang pemilik Death Note ke dua. Ah, miris! Pun ketika akhirnya Raito mati, Misa adalah orang yang paling nelangsa meratapi kepergiannya. Sekalipun Raito tak pernah mencintai Misa dengan sebenar-benarnya, tapi Misa tak peduli. Ia tetap mencintai Raito dengan segala daya dan upaya yang ia bisa. Sebegitu gilanya ya kalau sudah cinta mati, antara cinta dan bodoh sudah sulit dibedakan. Contoh di dunia kita saat ini, banyak anak muda yang kegaet cinta di dunia maya. Dan yang bikin trenyuh adalah cinta ‘maya’ itu selalu berakhir tragis. Ditipulah, dibegitukanlah, dibeginikanlah, lah, lah. Maka berhati-hatilah dalam meletakkan cinta, pun ketika merawatnya. Aku pernah dengar sebuah kaliamt dari cuplikan film, begini “Jatuh cintalah dengan pelan-pelan, jangan sekaligus. Berat nanti.”
Dari Death Note mari bergeser sedikit ke Detektif Conan. Duh, anime yang ini selalu jadi favoritku. Conan adalah bocah cerdik, meski keterbatasan fisik yang dialaminya tak menjadikannya menyerah begitu saja. Mengakui bahwa dia adalah Shinichi adalah hal bodoh tapi menutup diri sepenuhnya juga bukan jalan keluar. Dengan berbagai trik yang sangat brilian Conan selalu bisa menjadi pemecah kasus tanpa harus menunjukkan bahwa dirinyalah yang sebenarnya telah memecahkan kasus tersebut. Bahkan, Conan bisa menghadirkan Shinichi dan dirinya dengan sekaligus, tentunya tak terlepas dari trik-triknya.  Conan angat jeli dalam membaca setiap peristiwa, hala-hal tak bernilai bagi kebanyakan orang bisa menjadi kunci kasus yang tengah ditanganinya. Dan begitulah, pengamat yang baik selalu lebih unggul.
Ran adalah sahabat baik Shinichi sejak kecil. Kedekatan mereka berdua menjadikan Ran mulai merasakan getaran yang berbeda, ya Ran menyukai Shinichi. Gadis yang jago karate itu selalu khawatir dengan Shinichi karena tak pernah memberi kabar. Shinichi, sebenarnya dia juga memendam rasa yang sama, hanya untuk kondisi yang sekarang ini mengungkapkan hal tersebut justru akan memperburuk keadaan. Ran senantiasa menunggu kedatangan Shinichi, dia percaya bahwa semakin lama menunggu maka sebuah pertemuan akan jauh lebih berarti. Hanya saja Ran adalah pengungkap rasa yang sangat payah, yang membuat Shinichi sering berkata “BAKAA!” padanya. Berbeda dengan Ran, Shinici adalah pengungkap rasa yang sangat rapih. Bisa dikatakan memang cuek, tapi bukan berarti tidak peduli. Ketika Ran menelponnya dengan suara serak karena batuk, keesokan harinya Shinichi mengirimkan permen mint untuk Ran, dengan isi surat “Makanlah permen ini, suara kau di telpon kemarin terdengar serak.”
Bagiku cara mencitai Shinichi pada Ran adalah keren, sangat ‘mahal’. Tidak gombal, tapi bikin meleleh. Tidak banyak bicara, tapi langsung aksi. Jauhlah kalau dibandingkan cerita-cerita FTV itu yang dengan gampangnya bilang “Aku cinta kamuuuuu!”. Itu pasaran, norak!
Tapi kan sebenarnya Shinichi selalu di samping Ran, tak pernah kemana-mana! Oh mungkin itu jauh lebih menyakitkan, menunggu seseorang yang sebenarnya tak pernah pergi.

Begitulah, setiap orang punya cara dalam memperlakukan cinta. Mau seperti Raito yang sudah hilang definisi soal cinta, mau seperti Misa yang seperti telah ‘menuhankan’ cinta, mau seperti Ran yang payah mengungkapkan cinta tapi tak pernah khianat dalam menunggu, atau mau seperti Shinichi yang dengan ‘mahal’ mengungkapkan cinta? Terserah, kurasa kita sudah sama-sama tahu :)

Cintailah yang kamu cintai dengan semau cintamu,tapi bersiaplah untuk ditinggalkan.
(HR. Tabrani)

Prasetyani Estuning Asri

Selamat Hari Minguuuu



Minggu, 27 Oktober 2013
Sekali lagi, Minggu adalah obat pening yang paling ditunggu. Tak pedulilah esok Senin akan renggut ini semua, aku sudah terlalu kepayangan untuk mengkhawatirkan hal yang belum terjadi, melelahkan. Kali ini, aku dan bapak sedang sama-sama di rumah jadi bisa melakukan ritual Minggu pagi: masak. Bapak adalah koki terbaik di seluruh dunia setelah ibu. Acara masak pagi ini agak sedikit kacau karena ulahku yang pakai sesi ngamuk segala. Masalahnya sederhana, bapak menambahkan air pada masakan yang sedang kami ramu, padahal aku sudah pesan kalau maunya kering, tidak mau ada kuah. Lalu terjadilah percakapan ini,
“Nanti juga airnya bakal habis itu, wah kamu itu kurang memahami proses.” Begitu kata bapak.
Dan benar saja, rupanya memang airnya jadi habis. Kata-kata bapak barusan benar-benar menohok, menyadarkanku tentang banyak hal. Tidak sekedar tentang kuah pada masakan yang sedang kami bikin. Lebih dalam dari itu. Intinya, semua tentang proses.
Setelah masakan selesai bapak masih mau bikin kripik pisang. Kali ini bapak memaksa saya untuk mencoba memarut pisang dengan alat yang cukup ngeri. Iya, bapak paksa, pokonya harus coba, cuma nyoba! Sedikit tidak apa-apa, salah juga tak jadi soal. Dan bapak bilang,
“Tidak usah takut, kalau takut malah nanti kena parutan. Kalau hal seperti ini pokoknya tidak boleh takut, harus dicoba.”
Dan taraa, aku bisa menyelesaikan tantangan bapak dengan tangan selamat tanpa luka apapun. Syaratnya sederhana: nggak pakai takut!! Bener sih, yang buat kita gagal itu seringnya bukan karema kita tidak bisa, tapi karena kita kebanyakan takutnya.
Bapak dan ibu memang selalu menanamkan nilai-nilai kehidupan dari kegiatan-kegiatan yang sering aku lakukan. Hal itu manjur kok daripada harus menasihati aku dari A sampai Z. Esensinya lebih dapat, dan juga lebih nyata begitu. Sebab memang satu contoh kemudian dapan diambil banyak pelajaran itu lebih bikin paham ketimbang banyak belajar kemudian hanya diberi satu contoh.
Selamat berhari Minggu riaaa :)

Saturday, October 26, 2013

Reportase Malam Minggu



Selamat malam Minggu! Sebenarnya malam apa pun itu sama, tapi malam Minggu adalah malam paling ‘damai’ dari malam-malam lainnya. Kenapa? Jelasss, karena besok adalah ngartun’s day! Walaupun kalau mau sedikit lebih peka, sebenarnya malam Minggu jauh lebih horor dari malam Jumat sekalipun. Bagaimana tidak? Ini malam bakal banyak anak muda yang ngakunya udah ‘dewasa’ menjalankan ritual malam Minggunya: nonton, makan, atau sekadar jala berduaan. Bisa dibayangkan, setan-setan jika diakumulasikan bakal ada berapa banyak? Misal di salah satu sisi taman kita ada sepuluh pasang muda-mudi, wah setannya juga sudah sepuluh kan? Belum lagi tempat lainnya, bikin mrinding kan. Kesimpulannya adalah, pacaran sama main jalangkung itu sama, sama-sama ngundang setan! Right? :D

Ocehan di atas itu sebenarnya hanya intro basa-basi untuk menghibur kejombloanku semenjak sembilan belas tahun silam, iya lah sebut aja jombli abadi! Atur lah situ, suka-sukaa!!! Sembilan belas tahun jomnlo men! Jangan ragukan lagi soal kemampuanku menghadapi gejolak perjombloan yang kata anak muda jaman sekarang suram. Apa? Suram? Ah, yang bener? Buktinya saya tetap tumbuh bahagia meski jomblo, ya walaupun tidak tumbuh tinggi. Tapi percayalah, tinggi badan dan punya pacar sama sekali tidak ada sangkut pautnya! Pegang kata-kataku yang ini!!! Karena kesenioranku dalam hal perjombloan, aku mau bagi tips nih. Ya kali bisa dipraktikin.
1.      1.  Jawaban  kece dari pertanyaan “Kenapa kok jomblo?”

Jangan panik, aku punya jawaban keren kok kalau tiap ditanya kenapa tidak pacaran, gini nih:
X: “Kok kamu belum punya pacar?”
A: “Hlo, aku kan belum nikah, masa’ mau pacaran?”
#EAAAK! Itu senjata yang sekali kongkang bakal bisa nyantolin belasan peluru, dan bisa bikin lawan kebekuk seketika sebelum peluru ditembak. 

2.     2.  Jomblo? Kesepian? Ah! NGGAK!

Jejaring sosial banyak, nyari temen banyak jalan, kegiatan banyak yang positif, buku ngantri buat dibaca. So? Masih ada waktu buat kesepian karena jomblo?? Mungkin pertanyaannya justru, “HELLO? EMANG ADA WAKTU GITU BUAT PACARAN?” #SEDDAP! :D
3.    3.   Jalan sama siapa? Nggak ada pasangan!

Mending nggak ada pasangan. Ingat baik-baik, jalan sama pacar itu sama dengan jalan dengan setan! Ngeri nggak?

4.    4.   Jomblo, nggak ada yang ngejagain! 

Eh, memangnya pacar itu kata lain dari bodyguard? 

5.     5.   Tapi nggak lengkap kalau nggak ada pacar, rasanya beda!

Ya elaaah, urusan melengkapi itu nggak akan bakal selesai cuma di jenjang pacaran. Aku sendiri juga tak paham, pacaran itu hubungan macam apa. Kenapa banyak yang meminta kejelasan dari hubungan yang tidak jelas ini? Ya kalau mau lengkap, kalau mau menyempurnakan separuh agama solusinya cuma nikah. Eh, disuruh nikah pada nggak siap, padahal ini hubungan yang jelas. Giliran disurih pacaran set dah pada semangat amat. 

Dewasa ini, kecendurungan remaja yang mengalami labil perasaan memang menanjak tajam. Diperkirakan jutaan kaum muda-mudi mengalami depresi ringan memikirkan separuh hatinya yang kosong. Ditemani lagu galau yang menjamur di seantero negri dan suasana suram dalam remang kamar, para muda-mudi menghabiskan waktu untuk meratapi nasib. Kesenjangan sosial ini mengakibatkan produsen tissue dan pulsa justru memperoleh keuntungan berlipat ganda. Karena selain mengurung diri banyak pula anak muda yang menguras bersih air matanya, dan ada juga yang diketemukan berkeliaran di TL berbagai jejaring sosial dengan status paling nelangsa.   
 Demikian laporan yang saya peroleh setelah melakukan stalking di malam Minggu ini. Semoga masalah ini segera menemukan titik terang, agar korban tidak semakin berjatuhan dalam kelamnya labil perasaan.

Sekian, saya Prasetyani Estuning Asri melaporkan langsung dari Kota Wonogiri Sukses.



Perfect

Hey dad look at me
Think back and talk to me
Did I grow up according to plan?
Do you think I’m wasting my time doing things I wanna do?
but it hurts when you disapprove all along
And now I try hard to make it
I just want to make you proud
I’m never gonna be good enough for you
I can’t pretend that I’m alright
And you can’t change me
Cuz we lost it all
Nothing lasts forever
I’m sorry
I can’t be perfect
Now it’s just too late and
We can’t go back
I’m sorry
I can’t be perfect
I try not to think
About the pain I feel inside
Did you know you used to be my hero?
All the days you spend with me
Now seem so far away
And it feels like you don’t care anymore
sumber www.rizkyonline.com
And now I try hard to make it
I just want to make you, proud
I’m never gonna be good enough for you
I can’t stand another fight
And nothing’s alright
Cuz we lost it all
Nothing lasts forever
I’m sorry
I can’t be perfect
Now it’s just too late and
We can’t go back
I’m sorry
I can’t be perfect
Nothing’s gonna change the things that you said
Nothing’s gonna make this right again
Please don’t turn your back
I can’t believe it’s hard
Just to talk to you
But you don’t understand
Cuz we lost it all
Nothing lasts forever
I’m sorry
I can’t be perfect
Now it’s just too late and
We can’t go back
I’m sorry
I can’t be perfect
Cuz we lost it all
Nothing lasts forever
I’m sorry
I can’t be perfect
Now it’s just too late and
We can’t go back
I’m sorry
I can’t be perfect

Friday, October 25, 2013

(Hanya) Pemadam 'Kebakaran'



Menulis adalah sebuah kebahagiaan, dimana aku bisa ‘melampiaskan’ berbagai macam perasaan dengan sejujur-jujurnya. Bahasaku memang tak intelek, jarang sekali memakai imbuhan –sasi, pun tak suka aku pakai istilah asing. Oh, ya, aku tak suka sebab aku tak banyak tahu. Tema yang ku angkat juga tak bombastis-bombastis amat, malah cenderung hanya hal remeh-temeh. Tentang nasi yang aku makan tiga kali sehari misalnya, atau bunga Angsana yang sedang berguguran di pelataran kampus. Risetku juga hanya mengandalkan apa yang aku lihat, apa yang aku rasa, apa yang aku dengar, dan tentu saja sekomplotan imajinasi. Begitu saja, sesederhana itu. Tapi batinku bahagia, aku bercerita dengan caraku dan dengan kalimatku sendiri. Aku sangat mengidamkan menjadi pengamat yang baik, peka dengan hal-hal remeh tapi ‘dalam’, bisa berbeda dalam membaca keadaan dengan sudut pandang kebanyakan. 

Sejauh ini, aku sudah cukup sering membaca buku-buku: majalah, komik, novel, dan juga buku non fiksi. Sering aku menyadur cara menyusun kalimat dan gaya bahasa dari buku-buku yang telah aku baca. Yang paling seru adalah kombinasi syahdu Habiburrahman degan imajinasinya Tere Liye kemudian sedikit konyolnya Raditya Dika, ditambah tetesan semangat Alif Fikri, ceplas-ceplosnya Sujiwo Tejo juga jadi penyedap yang lezat. Dan banya penulis inspiratif lainnya yang dapat meluweskan caraku menulis. Iya, benar, belajarnya seorang penulis itu ya dengan banyak membaca.
Belum lama ini aku sedang paksa diri untuk membaca sebuah buku beraliran ekonomi bisnis, bukunya sebenarnya terbeli sudah hampir dua tahun lalu, tapi baru sempat terbaca beberapa bulan ini. Oh, dan kabar buruknya, buku itu belum terselesaikan, mandek di akhir BAB 1. Banyak sebab, pertama jelas aku kurang paham jadi sering mendadak pening. Kedua, rayuan novel yang tak tertepiskan. Ketiga, keempat, dan seterusnya adalah alasan-alasan pembenaran lainnya. Yang jelas, sebabnya hanya satu: niat yang tidak ditancap kuat. Yaa, kadang kita sudah berjalan jauh, banyak hal buruk dan menyakitkan terjadi, coba tengok niat kita, mungkin ada masalah atau sedikit salah fokus. 

Aku bahkan belum menemukan benang merah dari tulisan ini, mangalir begitu saja. Ahh, aku memang sedang ingin sembarangan menulis. Sekadar memadamkan isi kepala yang sedari beberapa hari lalu kebakaran hebat. Tapi aku ingin membuat sebuah pengharapan, mungkin jika ada yang tak sengaja atau terjebak membaca tulisan ini bisa bantu mengamini. Harapan itu adalah: Allah, jadikan aku tumbuh besar dengan kesederhanaan yang aku rawat, temukan aku dengan hal-hal hebat yang tak banyak dilihat orang melalu kesederhanaan ini.

Bahagia itu sederhana, tapi jangan suka menyederhanakan kebahagiaan.

Happy jumuah mubarak! :)