Kamis, 14 Maret 2013
Entah kesambet setan spesies apa, pagi ini saya bangun lebih
awal dari Vivi. Setelah menunaikan ibadah salat Subuh rasanya jiwa yang
semalaman mati suri ini sudah mulai teramunisi energi positif, tenang. Tak
terasa sudah pekan kedua di kosan baru dan saya sudah mulai menemukan ritme
kehidupan di sini. Walaupun masih ada banyak hal yang belum saya mengerti
tentang ini dan itu, tentang hal-hal yang mungkin tak terpikirkan oleh orang
lain. Ya, walaupun saya bukan tipe orang pemikir tapi bukan berarti saya tidak
pernah berpikir. Ego saya masih tinggi tentang mimpi yang saya punya, menjadi
seorang dokter kata. Padahal saya masih menyelami kehidupan pada kondisi
sekarat di pantai angka yang menenggelamkan mimpi saya. Kemarin waktu saya
dimakan habis oleh teta, sin, cos, rho, dan antek-anteknya. Namun demikian,
saya bahagia sebab banyak makhluk-makhluk yang awalnya saya pikir memiliki
intensitas daya tahan kewarasan stabil dan mumpuni tapi ternyata virus edan
saya bisa menghancurkan daya tahan mereka. Hahaha, saya tertawa puaaaaaaaas :D
Pagi ini sarapan porsi besar menambah enteng beban hidup,
walaupun langkah kaki agak diseret karena volume perut yang overload. Sesampainya
di depan NH rejeki datang tanpa diduga-duga, dua penolong yang dikirim Allah
menyelamatkan kaki saya dan Vivi yang sudah gempor tiap hari buat berjalan
ratusan mil :D Walaupun ada insiden yang membuat saya nyaris celaka tapi tak
apa, itung-itung terapi bikin melek biar
nanti di kelas tidak terbuai hipnotis limit dan pasukannya.
Sesampainya di kampus, Aljabar Linier langsung memasang
kuda-kuda, memaksa untuk masuk dalam memori otak saya yang isinya masih tentang
kasus-kasusnya Sherlock Holmes dan juga Conan Vol 70. Baiklah, dengan halus
saya meminta Sherlock Holmes dan Conan untuk menyingkir sebentar, biar Aljabar
Linier menegangkan syaraf-syaraf otak saya dalam 100 menit kedepan. Selebihnya,
Sherlock Holmes dan Conan mari kita lanjutkan kasus kita.
100 menit dengan otak mendidih dan hidung nyaris mimisan
terlalui juga, cukup pening. Kantin adalah tempat pelarian paling tepat ketika
pening melanda. Segelas teh yang katanya anget tapi menurut saya anyep membanjiri
kerongkongan saya seketika. Kali ini saya yang notabene maniak es teh harus
berpuas hati dengan segelas teh anget saja. Karena hidung saya mulai
memproduksi sesuatu bernama umbel dengan sedikit tidak manusiawi. Usai
berkunjung ke kantin, saya, Bundo Dwi, Vivi, Tika, Fani, dan Fina bergegas
menuju ke mushola. Sembari menunggu kuliah Geometri, kami sejenak merebahkan
dengkul dan juga melengkapi tugas Geometri. Tak lupa banyolan selalu menyertai
kebersamaan kami. Mendadak ketika saya tengah asyik curhat dengan social media,
Fina menyampaikan sebuah kabar membahagiakan yang membuat saya tercengang
seketika.
Hari ini ba’da Ashar akan diadakan bedah buku Afifah Afra di
UMS tepatnya di Kampus 1 Fakultas Ilmu Kesehatan. Tanpa pikir panjang saya
langsung memutuskan untuk datang, Ipung teman SMA saya yang juga anggota
Pejalan Tangguh saya mintai tolong untuk menjadi guide saya. Kebahagiaan
sebelum Dhuhur datang lagi tatkala sms jarkoman membawa kabar bahwa kuliah
Geometri kosong. Untuk mahasiswa abal-abal seperti saya kuliah kosong adalah
kabar yang paling ditunggu. Saat akan memasuki kuliah Statistik Elementer otak
saya mulai tegang lagi, tapi saya coba menenangkannya.
“Baby, hanya 50 menit
saja. Setelah itu mari kita bersenang-senang dengan dunia yang sesungguhnya.
Kokohkan syaraf-sarafmu ya baby!!”. Saya berkata dalam hati sambil megelus-elus
dengkul saya.
Subhanallah, lengkap sudah kebahagiaan saya hari ini!
Statistik Elementer ikut-ikutan nyaris kosong, alhasil lima belas menit
terakhir baru isi dan hanya cukup untuk absen saja. Senyum saya mengembang,
otak saya jingkrak-jingkrak.
Kaki saya kali ini kokoh sekali untuk melangkah, anak tangga
yang menghubungkan lantai tiga dengan lantai satu saya libas seketika. Betapa
berpengaruhnya isi perasaan dengan apa yang kita lakukan. Maka pentingnya
menjaga perasaan agar tetap stabil pada titik ‘menyenangkan’ itu perlu diasah
lagi. Misal menjadikan setiap kejadian yang berbau celaka itu sebagai cara
Allah mengingatkan kita agar lebih waspada. Allah tidak mungkin mencelakai
kita, kita nya aja yang suka rese kalau belum disentil nggak pernah peka!
Lanjut lagi, Intan adalah penolong yang dikirim Allah untuk
mengantar saya sampai ke gerbang depan. Di ujung jalan terlihat Atmo sudah
melambai-lambai, saya bergegas menyeberang jalan dan duduk manis di bangku
paling depan. Pergi sendiri seperti ini bukan hal baru, kalau teman-teman
sedang sibuk dengan urusanya masing-masing saya suka mlipir sendiri dengan bis
kota, biasanya ke Gramedia atau Togamas. Bagi saya toko buku adalah surga dunia
saya yang tersebar di beberapa titik kota. Sebenarnya Bundo Dwi mau ikut, tapi
karena bentrok dengan jadwal rapat jadinya terpaksa tidak bisa ikut. Sedangkan
Fani dan Fina bersepeda menuju TKP pembedahan buku. Sebentar, sebelum terlalu
jauh alangkah baiknya saya berikan sebuah alternative agar lidah Anda tidak
keseleo ketika mengucap Fani dan Fina. Panggil saja Fani dengan nama Santos,
itu nama belakangnya. Karena saya sunggguh tidak sanggup memanggil dua orang
bernama mirip yang tidak punya ikatan darah itu ketika berada pada satu forum.
Dan ekstremnya lagi mereka sering bareng-bareng, alhasil lidah saya suka encok
ngulang manggil nama mereka karena suka kebolak-balik. Oleh sebab itu
teman-teman menyarankan agar saya memanggil Fani dengan nama Santos. Begitulah
ceritanya.
Panjang cerita, karena mana ada singkat cerita. Kalau
singkat bukan cerita namanya tapi rangkuman -_-. Saya sampai juga di UMS. Di
bawah gapura UMS saya menunggu kedatangan Ipung. Tak berapa lama Ipung datang
dengan Varionya. Terakhir ketemu dengan Ipung waktu liburan semester, ketika
itu kami dan anggota Pejalan Tangguh lainnya melakukan ekspedisi ke kota gudeg,
Jogja. Selepas ‘jalan-jalan men’ itu kami sibuk dengan dunia kami
masing-masing. Tapi tak apa, saya percaya bahwa jarak
adalah cara Tuhan mengubur bosan,menumbuhkan rindu,dan menyemikan pertemuan
yang akan punya esensi lebih. Dan kali ini rindu yang meranum beberapa waktu
lalu mulai bersemi, jatuh pada dasar pertemuan yang kami berdua impikan.
Setelah parkir motor saya dan Ipung melesat menuju Fakultas Ilmu Kesehatan.
Dengan sedikit tingkah memalukan kami berdua tanya sana-sini, padahal letak
fakultasnya di depan sendiri. Tapi mental kami sudah tergodok kalau hanya
urusan nyasar atau hal-hal memalukan semacam nanya berkali-kali ke sembarang
orang. It’s oke, kami tetap bahagia dan bercanda gurau menikmati pertemuan ini.
Setelah bertanya dengan cara membabi
buta ke siapa saja yang lewat kami sampai juga di lantai 2 gedung Fakultas Ilmu
Kesehatan. Di sini kami mendapati suasana yang syahdu, awan yang mulai
mengeluarkan semburat jingga dipadu dengan semilir angin yang mengkoyak-koyakkan
ujung jilbab kami berdua. Ah, kami larut dalam lamunan masing-masing. Sesekali
kami mencurahkan isi hati, resah, gelisah, dan rasa lainnya. Pandangan kami lurus ke depan, berbaur dengan awan yang
meliuk-liuk. Konyolnya saya lupa kalau tujuan saya ke sini bukan untuk
menikmati senja di UMS tapi ikut acara Bedah Buku Afifah Afra. Seperti
terbangun dari mimpi, saya langsung mengajak Ipung untuk mencari tempat bedah
buku tersebut. Walaupun Ipung anak UMS tapi rupanya dia tidak tahu tempat-tempatnya
juga -_-. Tak terasa kami sudah naik turun sampai njungkil-njungkil di anak
tangga berkali-kali tapi tidak juga menemukan tempat acaranya. Akhirnya saya
putuskaan untuk sms Fina. Eh, ternyata dia masih sibuk nyari tempat parkir.
Karena adzan menyeru dan kami tak ingin melewatkan moment berduaan dengan Dia
kami lantas bergegas menuju masjid. Usai salat, kami kembali merana meratapi
nasib di taman dekat masjid sambil menunggu kabar dari Fina.
Beberapa menit berlalu, saya dan Ipung lantas meninggalkan
taman dan kembali naik ke lantai dua untuk mencari ruangan pelaksanaan bedah
buku. Kami malah nyasar di lantai 3 dan kembali membicarakan urusan perasaan,
hidup memang tentang perpindahan dari satu rasa ke rasa lain jadi tidak akan
habis jika dibicarakan. Dengan langkah tergopoh-gopoh kami memutuskan untuk
turun lagi ke lantai dua untuk menemui Fina dan Santos. Tepat ketika kaki saya
menginjak anak tangga terakhir saya mendapati Fina dan Santos yang tengah
kebingungan. Kami lantas saling menghambur, lagaknya sudah seperti kisah
termehek-mehek saja, seperti keluarga yang terpisahkan dan beberapa tahun tidak
bertemu padahal baru beberapa jam terpisahkan. Wkwkw! Santos langsung
menyodorkan makanan ke depan muka saya, tanpa ba bi bu saya pun menyantapnya.
Untuk urusan perut saya Santos memang mulai memahaminya.
Ternyata Fina bersama dengan seseorang yang saya kurang tahu
siapa :D dan saya juga tidak mau terlalu mengkoreknya di sini :D sebab takutnya
frontal jadi sesi ini di skip saja ya. :D
Kali ini beneran singkat cerita, :D. Pokoknya sampailah kami
pada sebuah ruangan yang sudah ada Bunda Afifah Afra di sana. Sepertinya kami
sudah ketinggalan cukup jauh, setelah menempatkan diri saya lantas memasang
kuping denga seksama. Untuk urusan seperti ini saya tidak mau melewatkan satu
detik pun, apa pun! Tapi saya sempat melongo, menyaksikan Afifah Afra di depan
saya! Waw, penulis yang sudah saya idolakan sejaka SMA itu akhirnya hanya
berjarak sekitar satu meter dari hadapan saya. Ah, bahagia sekali.
Karena sudah cukup ketinggalan saya putuskan untuk fokus.
Rupanya ini bedah buku ‘The Star is Me’, buku terbaru dari Afifah Afra.
Ini bebrapa hal yang saya dapat dari Bedah Buku The Star is
Me:
·
Sayangnya orang
cerdas menurut asumsi kebanyakan masyarakat di Indonesia adalah orang yang
hanya pandai matematika,fisika. Padahal kecerdasan itu memiliki banyak tipe.
Dan semua orang sebenarnya cerdas,hanya saja dibidangnya masing-masing.
Kadang,miris mendengar di sekolah2 jika siswa yang dianggap pandai hanya yang
pandai matematika sedangkan yang tidak maka dianggap bodoh. Apa pernah ada anak
pintar main bola lalu dikatakan cerdas? Atau
misalnya ada 2 orang mahasiswa yang satu dengan bangga mengatakan jurusannya
kedokteran, yang satunya dengan minder mengatakan jurusan tata boga. Lalu
banyak yang bertanya 'kuliah tata boga?mau jadi apa?'. Padahal,bisa jadi kalau
mahasiswa tata boga itu belajar dengan giat menciptakan resep2 keren,dan
membuat restoran,dia bisa lebih kaya dari mahasiswa kedokteran itu nantinya.
Peluang yang datang itu juga terkadang cobaan,kita harus benar-benar memastikan
peluang itu sesuai atau tidak dengan potensi kita. Karena banyak orang yang
salah memilih 'jalan' hanya karena dia tidak mengenali potensinya sendiri,
akhirnya dia harus putar balik.
·
Kisah seekor anak
kucing yang kehilangan induknya.
Suatu malam anak kucing yang kehilangan induknya melihat rembulan,indah sekali. Ia pun ingin menjadi seperti rembulan. Namun tiba-tiba datanglah awan yang seketika menutupi rembulan, anak kucing lantas kagum pada awan. Ia pun ingin menjadi seperti awan. Tapi mendadak awan lenyap dihempas oleh angin, anak kucing pun akhirnya ingin menjadi seperti angin. Akan tetapi, ternyata ada yang tetap kokoh meski dihempas angin kencang, yakni bukit. Anak kucing lantas ingin menjadi seperti bukit. Tidak lama kemudian terdengar gemuruh di atas bukit, rupanya ada sekumpukan kerbau yang menghentak-hentakkan kakinya. Anak kucing pun akhirnya berganti lagi ingin menjadi kerbau. Setelah diamati ternyata kerbau itu masih dalam ikatan sebuah tali,lalu ada seekor makhluk kecil menggerogoti tali itu hingga lepas dan kerbau-kerbau tadi bisa bebas, makhluk itu bernama tikus. Dan ketika anak kucing ingin menjadi seperti tikus rupanya tikus tadi dimakan oleh seekor hewan. Seekor hewan bernama kucing. .
Nilai moral:
Kadang,kita terlalu memandang tinggi orang-orang disekitar kita. Kita selalu menganggap mereka hebat sedang diri kita sendiri tidak. Padahal bisa jadi, kita justru bisa jauh lebih hebat dari mereka yang kita anggap hebat. The Star is Me :)
Suatu malam anak kucing yang kehilangan induknya melihat rembulan,indah sekali. Ia pun ingin menjadi seperti rembulan. Namun tiba-tiba datanglah awan yang seketika menutupi rembulan, anak kucing lantas kagum pada awan. Ia pun ingin menjadi seperti awan. Tapi mendadak awan lenyap dihempas oleh angin, anak kucing pun akhirnya ingin menjadi seperti angin. Akan tetapi, ternyata ada yang tetap kokoh meski dihempas angin kencang, yakni bukit. Anak kucing lantas ingin menjadi seperti bukit. Tidak lama kemudian terdengar gemuruh di atas bukit, rupanya ada sekumpukan kerbau yang menghentak-hentakkan kakinya. Anak kucing pun akhirnya berganti lagi ingin menjadi kerbau. Setelah diamati ternyata kerbau itu masih dalam ikatan sebuah tali,lalu ada seekor makhluk kecil menggerogoti tali itu hingga lepas dan kerbau-kerbau tadi bisa bebas, makhluk itu bernama tikus. Dan ketika anak kucing ingin menjadi seperti tikus rupanya tikus tadi dimakan oleh seekor hewan. Seekor hewan bernama kucing. .
Nilai moral:
Kadang,kita terlalu memandang tinggi orang-orang disekitar kita. Kita selalu menganggap mereka hebat sedang diri kita sendiri tidak. Padahal bisa jadi, kita justru bisa jauh lebih hebat dari mereka yang kita anggap hebat. The Star is Me :)
·
Setiap
manusia diciptakan pasti karena suatu sebab. Manusia diciptakan untuk
bertanggung jawab secara individu dan juga kolektif.
·
Kita pasti
punya potesni. Manusia yang tidak normal sekalipun pastu juga memiliki sebuah
keahlian, tapi pada bidang yang berbeda.
·
Otak manusi
bisa menyimpan semua isi buk yang ada di perpustakaan di seluruh dunia. Dan sat
ini, fungsi otak kita mungkin baru terpakai 5 % saja.
·
4 langkah
menjadi bintang:
1.
Kenali siapa
dirinya
2.
Memiliki peta
diri
3.
Visioner
4.
Memiliki
strategi hidup.
Mungkin itu beberapa hal penting yang bisa saya dapat pada
Bedah Buku kali ini. Semoga bermanfaat, walaupun sedikit tapi semoga punya
dampak yang berarti. :)
Jangan terlalu memandang tinggi orang lain, sebab bisa jadi
Andalah bintangnya :) tapi jangan takabur dan over confident ya. Karena yang
berlebihan itu kan memang selalu punya dampak negative. Intinya be your self.
Allah juga berfirman:
"Dan janganlah kamu iri hati
terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian
yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan,
dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu." (QS. An-Nisa':32).
Setelah acara selesai, saya sempet
bete karena tidak berhasil mendapatkan buku The Star is Me. Nyesek sih tapi
dapet ganti kartu nama Afifah Afra sama salaman udah lumayan ngobatin
kekecewaan. :D Sebenarnya bertemu dengan Afifah Afra tanpa ada persiapan
sebelumnya seperti ini sudah menjadi momen luar biasa, dan sulit untuk saya
ungkapkan.
Ketika adzan Maghrib berkumandang
saya sudah sampi di kosan Ipung. Usai menjalankan salat kami lantas bergegas.
Sebelum Ipung mengantarkan saya ke kosan, kami mampir dulu beli martabak manis untuk
oleh-oleh di kosan dan juga makan malam. Setelahnya kami terbang menuju kosan
saya.
Sesampainya di kosan ternyata sudah ramee,
ada Fina, Santos, Dewa, Risa, dan tentunya Vivi. Muka-muka kelaparan mereka
terpampang nyata, dan saya yang sudah kenyang cuma bisa cekikikan. Ipung lantas
saya minta masuk dan berkenalan dengan teman-teman saya. Beberapa menit
kemudian Eka datang bergabung, sayang, Bundo Dwi tidak bisa datang.
Kami lantas menghabiskan malam
dengan sekotak terang bulan. Bercengkrama tentang hal-hal yang sudah terjadi
hari ini. Nikmat sekali, kebersamaan seperti ini janganlah cepat berlaluuu.
Kadang yang tanpa rencana dan
tiba-tiba itu justru akan berbekas lama atau mungkin tidak akan hilang. Seperti
kalau jatuh, pasti tiba-tiba kan, dan lukanya juga akan berbekas lama atau
malah nggak akan ilang :D ya kayak gitu.
Prasetyani Estuning Asri
No comments:
Post a Comment