Saturday, December 22, 2012

SIGMA


“Kerten...Kerten...”
Suara Pak Kondektur berjejalan masuk ke telinga saya dan berdesakan dengan One Thing nya 1D,segera saya lepas headset yang sedari Wonogiri tadi nangkring di kuping saya. Suara itu semakin mengeras “Kerten.. Kerten”. Saya kemudian bangkit dari tempat duduk, sejenak saya perhatikan di sekeliling saya, terlihat seorang mbak-mbak yang menurut insting saya dia itu adalah mahasiswi UMS sedang memasang kuda-kuda untuk berdiri. Mbak-mbak kemudian tersebut turun dari bis, saya dengan gesit mengikutinya. Ini adalah tips bagi Anda yang buta arah atau jalan, ekorin aja orang yang mungkin searah dengan Anda, pasti nyampek kok :D. Dan benar saja, mbak-mbaknya tadi turun di UMS, yipi insting saya nggak meleset lagi kali ini. Ini adalah prosesi atau tips yang Alhamdulillah belum pernah gagal, dan semoga tidak pernah gagal .haha..:D. Sampai juga di gerbang UMS, dan bisa dipastikan saya buta UMS, UNS saja saya nggak paham coba -_-.  Kali ini saya putuskan untuk memanggil agen UMS made in Wonogiri, alias teman sekampung saya. Sebut saja dia Astri, karena memang namanya Astri bukan Bunga, Mawar, Melati, apalagi Codet, suara juga tidak disamarkan *apapaan -_-. Lanjut ? Lanjut ? lanjut dong, kalian kan luar biasa! Pssst! Ini ciyusan yaaa! Astri dan beat birunya tak lama menampakkan diri di hadapan saya, kita lalu ke parkiran dan masuk ke UMS. Di dalam kampus kita duduk-duduk sejenak di taman dekat masjid, Astri mbongkar-mbongkar tas saya yang penuh sesak oleh rumus. Katanya mau lihat dan sedikit kenalan dengan Kalkulus, saya yang udah kenal aja sebenarnya kalau diijinin boleh gitu gak usah kenal aja -_-. Apa ya, soalnya Kalkulus itu kayak kamu! Ga jelas! Ga bisa ditelaah! Trus aku kudu pie ngadepi koe? *eaaaa curhat lagii!.
Hari ini, Selasa, 20 November 2012 sejenak merehatkan diri dari hingar bingar Matematika yang tiga bulan belakangan ini mengautiskan pola pikir saya . Beberapa minggu lalu, Septi teman SMA saya yang notabene mengetahui kegilaan saya tehadap membaca dan menulis menawari saya untuk ikut seminar kepenulisan yang tau nggak sih pembicaranya siapa? Siapa coba?? Jeng.. jeng.. pembicaranya adalaaaaaaaaaaaaaah... Habiburrahman El Shirazy, Lc. Itu hlo, penulis buku dan novel best seller, Dalam Mihrab Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Ayat-ayat Cinta, Bumi Cinta, Pudarnya Cleopatra, Di Atas Sajadah Cinta. Dan ada juga Fahmy Casofa (editor penerbit tiga serangkai). Saya sebenarnya sempat menolak untuk ikut seminar tersebut dikarenakan ada kuliah praktikum kalkulus jam pertama-kedua. Tapi,  akhirnya ada pergantian jam gitu, jadi kuliah praktikum kalkulus diganti hari Rabu, nangis sejadi-jadinyaa saya sangking senengnya.
Seminar Gerakan Menulis Aplikatif (SIGMA) di depan mata, setelah bertemu Witria, temen SMA juga saya lantas pamitan dengan Astri dan masuk audit UMS. Usai registrasi dan mengamankan masalah perut (ambil snack) saya dan Witria lalu mampir sebentar di bazar buku. Eh ada Bumi Cinta, Muhammad Ayyas sang pria idaman yang jadi tokoh utama di Bumi Cinta mendadak muncul lagi deh dalam ingatan saya, hhee.
Alhamdulillah walaupun gak duduk paling depan, tapi ya minimal baris ke tigalah, dan kelihatan dengan jelaaaaaaas sekali. Habiburrahman atau yang sering diapnggil Kang Abik lama bener datangnya, saya jadi nunggu sambil kenalan sama kanan saya, eh ternyata sama-sama matematika. Tapi bedanya, dia suka dan saya tidak. Hahah. O iya, ketemu sama Anis juga, sahabat IPA 4 :D. Nah, akhirnya jam 9nan acara dimulai. Setelah sambutan dari beberapa pihak yang bersangkutan acara masuk dalam kendali moderator. Dan Kang Abik pun dipersilahkan naik ke panggung. Wuaaaaaaaaaa, heboh pokonya. Biasalah saya , heboh gitu deh ya. Maaf, kampung coy :D.
Kang Abik lantas mulai ngeshare ilmunya. Dan kata-kata di awal yang bikin saya merinding adalah kata-kata ini, "Kalau Anda mau membantu Palestina, bayangkan anak muda seusia Anda di Israel sana, yang belajar dengan giat dan keras. Belajarlah dengan giat dan keras seperti mereka agar bisa membantu Palestina lebih 'real'”. Itu pola pikir dari sudut pandang yang benar-benar berbeda dan logis sekali kalau menurut saya.
Kang Abik lalu mulai masuk pada materi menulis, ini beberapa hal penting yang disampaikan oleh Kang Abik,
Modal menjadi penulis Best Seller:
“Sebuah karya meskipun ia dikritisi sana-sini untuk membuktikan, untuk membuktikan karya itu sebenarnya hanya 1, yaitu “Best Seller”.” –Wartawan Tempo-
“Karya yang bagus itu tidak selalu best seller, tapi dengan best seller itu akan mensejahterakan penulis.” Begitu tegas Kang Abik.
Nah, trus gimana nih biar bisa best seller? Yuk lanjuuut..
  1. Kita harus punya niat yang kuat.
“Siapa saja yang bisa menulis surat ijin, dan yang diberi surat ijin itu paham, maka penulis surat ijin itu punya modal menjadi penulis.” Tambah Kang Abik dengan lantang. Saya agak tergelitik dengan kalimat itu. Dan jadi bergumam ‘Gak kepikiran ya?’ hohoo..
Kadang niat itu menguat, tapi juga sering mengendur. Terus agar niat itu selalu kuat gimana dong? Santai, kalem men. Ada tips and trik nya kok. Gak usah susah-susah, biar niat kita tetep kuat kita mesti punya definisi tentang menulis.
Apa definisi menulis? Menyusun huruf jadi kata, trus kata jadi kalimat, kalimat jadi paagraf, paragraf jadi karangan gitu? Iya, benar, nggak salah kok. Tapi kalo kata Kang Abik, dengan definisi seperti itu psikis kita bisa tertekan. Mending kita bikin definisi yang menyenangkan, yang sekiranya bikin kita melek gitu. Ambil contoh, waktu itu Kang Abik nulis Ketika Cinta Bertasbih 1 dengan definisi ‘beli rumah’. Iya, itu semacam tujuannya nulis buku itu biar bisa beli rumah. Jadi tiap dia nulis bawaannya seneng aja gitu, karena sugestinya bilang buku itu akan jadi rumah. Gitu.. :D nyenengin kan. Kita juga bisa bikin definisi lain, misal “Menulis adalah keliling dunia” “Menulis adalah bakso satu grobak” hehe, atau apalah yang bikin kita seneng dan always on :D.
  1. Punya keberanian untuk menulis.
Banyak orang yang ingin jadi penulis. Tapi tulisannya hanya disimpan di file pribadinya. Nggak dikirim ke penerbit atau apa gitu yang bikin dia jadi tambah deket jadi penulis, jadi realisasinya aja nggak ada trus gimana bisa jadi penulis? Ya beraksilah gitu intinya. Hehe
  1. Kekuatan jiwa/idealisme yang diperjuangkan.
“Jangan jadi penulis mee too.” Kita musti punya cirikas. Terinspirasi sama penulis lain dan gaya-gayannya miri sih untuk pemula wajar, dan ga jadi soal. Tapi, kita juga musti punya ciri khas sendiri. Agar pembaca mengerti oh ini tulisan si A atau si B. Ambil contoh Raditya Dika lah, dia kan pioner nulis gaya-gaya gue loe gitu.
  1. Memiliki wawasan dan teknik menulis.
“Sastra itu kuncinya detail, sepele kalau detail itu nggak sepele.” Teknik itu bisa sambil jalan, tapi wawasan harus digali sejak dini. Trus gimana solusinya? Ya baca, dan tulis hal yang benar-benar kita mengerti. Contoh, kalau kita tinggal di Wonogiri ya udah kita bikin cerita setting Wonogiri aja yang udah jelas ngerti detail daerah sendiri daripada sotoy nulis tentang daerah lain.

Saat kita mau nulis, dikepala itu musti udah ada cerita. Seenggaknya nih, kita tau mau nulis apa gitu. Ide itu seperti ikan di lautan dan penulis adalah nelayannya. Ya, tergantung kita. Mau pakai cara apa untuk bisa dapet ikan. Mau pakai jaring? Pakai pancing? Atau cuma nunggu  ikan terdapar di pinggir pantai? Itu pilihan coy. Yang jelas, oke kita nunggu ikan terdampar, oke kita bisa dapet, tapi itu jarang! Karena apa? Karena kita cuma nunggu! Kalau kita bisa nyari kenapa musti nunggu? Mana nunggu yang nggak pasti, awas di PHP , sakit deh bener *eaaa curhat lagi.
Ide itu juga musti beda. Kalau ada cewek cowok tabrakan, marah-marahan, trus ujung-ujungnya jadian. Itu mah basi! Sinetron abiis!
“Kenapa krikil itu murah? Karena krikil ada dimana-mana, tapi kenapa jika krikil itu intan ia akan mahal? Karena ia berbeda, ia sulit dicar.”
Setelah punya ide mulai kembangkan ide. Kalau nulis, nulis aja dulu sampai selesai. Sampai bener-bener end baru ngedit. Kita baca lagi dari awal dan menambah atau mengurang. Jangan baru sekalimat diedid sekalimat diedit, itu bikin capek. Nah, mending tulis semua yang ada di kepala baru nanti ngedit. Ga masalah kalau ngeditnya lebih lama, yang penting udah selesai ceritanya.
“Terkadang, apa yang telah Anda buang ternyata penting.” Dan “Hiperbola terkadang perlu juga.”

Kang Abik sama Bang Alit ekuivalen juga hlo walaupun gaya nulisnya bueda abis. Kang Abik  bilang kek Bang Alit, kalai nulis itu “Cari sisi lain yang berbeda.”

Kalau udah dapet ide, ini nih langkah selanjutnya:
  • Bikin Bab
  • Bikin jadwal kerja
  • Tiap Bab harus punya deatline sendiri-sendiri
  • Harus punya target
  • Judul 1-5 kata dan menarik
  • Paragraf pertama harus menarik

Yap, indahnya penulis  adalah bisa menjadwal dirinya sendiri. Dan, begitulah yang disampaikan Kang Abik. O iya, beliau juga cerita waktu kuliah di Al Azhar kan Kang Abik nggak pulan selama 7 tahun, menjelang hari raya idul fitri atau saat-saat bulan ramadhan kang Abik meraakan rindu yang teramat sangaaaat dahsyat tehadap keluarganya, terutama umminya. Alhasil karena tidak punya biaya untuk pulang, Kang Abik mencurahkan kerinduannya lewat surat. Bukan selembar surat, tapi 16 lembar surat lengkap dengan gambar apartemennya. Itu salah satu bukti, kerinduan adalah salah satu hal yang membuat kita mudah menulis. Kek orang yang patah hati, kata Kang Abik orang kalau patah hati bisa jadi penulis yang hebat hlo. Kata Kang Abik “Makanya kalau kita patah hati kita musti terima kasih sama orang yang sudah bikin kita patah hati, karena berkatnya kita bisa jadi penulis keren”.

Nggak keras udah adzan dhuhur, akirnya Kang Abik menutup dengan salam. Usai salat dhuhur lanjut ke Mas Fachmy Casofa (Editor Penerbit 3 Serangkai).  Hal-hal yang disampaikan menarik, tapi berat gitu saya jadi susah nangkepnya, maklum pentium 1 -_-. Mas Fachmy menyampaikan tentang proses standar menulis.

Karena dikejar waktu, saya pulang lebih awal dan tidak bisa mengikuti seminar sampai selesai. Dan segera saya berlari ke kehipan yang sesungguhnya, UNS. Atmo melaju dengan kecepatan sangat lamban, hujan mulai turun dan jam terus berdenting menghimpit gerak. Seperti biasa, terlambat dan semuanya terhenti. Hari itu ada EAP, dan saya telat. Padahal saya sudah minta tolong dijemput Dewa, Dewa orang hlo ya.. bukan Dewa- Dewi gituu. Ya udah, karena telanya udah nggak manusiawai nyaris setengah jam , saya pulang. Di jalan, kehujanan paraaaaah. Terlebih Dewa, basah kuyup. Maaf :(. . . gara-gara saya deh..
Akhirnya saya ke FMIPA dulu, untuk mencari kehangatan. Haha! Moduuus! Temen-temen geleng-geleng lihat saya nggak punya malu nenteng sepatu kesana kemari. -_-“. Darurat woy! Sepatu teles kebes! -_-
Karena pada kasihan liat saya, akhirnya mereka nyuruh saya pinjem sandal di mushola :D . ya lumayan sekalii, tapi sekarang sandalnya udah dibalikin beneran.

Begitulah kisah saya kali ini. Hikmahnya, ikuti saja kata hatimu, karena kata hati itu yang paling jujur di antara kata siapa pun juga. Kalau ikuti kata hati, ketika kita berada pada posisi seapes apa pun rasanya masih tetep aja ada hal positif yang didapat. Tapi ingat, kata hati itu bukan emosi atau ego.
:)

Prasetyani Estuning Asri

No comments:

Post a Comment